Jumat, 15 Juli 2011

PARADOKS KEBERUNTUNGAN

"Paradoks keberuntungan"? Ya. Saya menyebutnya demikian. Yang saya maksud adalah ketika keberuntungan di satu pihak berarti ketidakberuntungan di pihak lain.

Contoh konkritnya adalah gol bunuh diri dalam pertandingan sepak bola. Disebut "gol bunuh diri" karena ia tidak disengaja, yang berarti ada unsur kesialan di sini. Lebih sial lagi, karena kesilan itu justru menjadi keberuntungan bagi tim lawan.

Demikian pula pada bola yang meluncur deras, tak terjangkau oleh kiper, namun membentur tiang gawang. Tim A sial karena gagal mencetak gol, sedangkan tim B beruntung karena tidak jadi kebobolan.

"Paradoks keberuntungan" atau "paradoks kesialan" ini sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Memang ia selalu berkaitan dengan persaingan atau benturan kepentingan, namun bukankah persaingan itu sendiri tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari?

Bagi kalangan yang mempercayai apa yang disebut suratan nasib, paradoks ini lebih tepat disebut paradoks nasib.

Walau saya percaya bahwa Tuhan kadang melibatkan diri dalam kehidupan kita, namun saya enggan gegabah untuk selalu mengkabinghitamkan nasib. Saya sangat miris melihat orang yang sering, apalagi selalu, berkata: "Kita (hanya) berusaha, (tapi) Tuhanlah yang menentukan". Karena kalimat/konsep ini mengandung, paling tidak, dua kesalahpaman besar:
  1. Bahwa Tuhan sering "memaksa" orang-orang tertentu untuk gagal, entah untuk (menguji) apa(nya).
  2. Bahwa Tuhan sering berpihak pada salah satu pihak yang sedang bersaing. Ibaratnya, bukannya menjadi Wasit, Dia malah menjadi supporter, dan bahkan kadang melakukan trik yang tidak fair, demi memenangkan tim kesayangan-Nya.
Karena itu, jika kalimat/konsep salah paham di atas harus direvisi, saya pikir, seharusnya menjadi "manusia berusaha, Tuhan menentukan". Manusia di sini adalah semua manusia. Tidak ada "kita" dan "mereka", apalagi "aku", "kau" dan "dia". Bahkan seluruh makhluk berkehendak pun seharusnya tak dikecualikan, karena, faktanya, manusia sering dipengaruhi (kalau bukan dikendalikan) oleh pihak-pihak yang tidak bernama manusia. Adapun "ketentuan Tuhan" meliputi segala ketentuan-Nya sebelum dan ketika proses usaha (persaingan) berlangsung, termasuk apa yang kita sebut "hukum (Tuhan yang berlaku di) alam.

Namun, karena manusia lebih sering memandang diri sebagai individu, lalu sebagai kelompok, dan baru kemudian sebagai manusia, maka tawaran revisi pertama di atas masih rawan disalahpahami, sehingga rasanya harus dipertegas menjadi: "Kita berusaha, orang lain (mereka) juga berusaha, dalam batas-batas ketentuan Tuhan". Dengan demikian, kekacauan konsep bahwa Tuhan sering "memaksa" orang-orang tertentu untuk gagal, entah untuk (menguji) apa(nya), dan bahwa Tuhan sering berpihak pada salah satu pihak yang sedang bersaing, dapat diluruskan.

Akhirnya, sebagai pelengkap, mari menyimak dan merenungi video berikut ini. Selamat menikmati dan teruslah berbagi. Jangan bersaing/berebut melulu! Heheh...



..........TERKAIT..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...