Kamis, 27 Oktober 2011

Sulitnya Pemberantasan Korupsi Dibawa ke Konvensi Internasional

Jakarta: - Sulitnya upaya memberantas korupsi di Indonesia dibawa ke forum internasional di Maroko. Berbagai kendalanya dikupas dalam Konvensi Antikorupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNCAC (United Nations Convention Against Corruption) selama lima hari itu, dari 24 hingga 28 Oktober 2011.

Delegasi Indonesia diwakili oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, yang mengirim M. Yasin, dan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi, yang mengirim dua orang, yaitu Muhammad Ilham dari Transparency International Indonesia dan Donald Faris dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Dalam forum tersebut mereka memaparkan rupa-rupa hambatan pemberantasan korupsi yang tak sesuai dengan standar Konvensi Antikorupsi PBB.

Indonesia terlibat dalam konvensi ini karena pada 2006 telah meratifikasi UNCAC. "Ada masalah mendasar yang membuat pemberantasan korupsi di Indonesia tersendat. Masalah itulah yang dibahas di sana," kata Adnan Topan Husodo dari ICW Rabu 26 Oktober 2011.

Dia mencontohkan kondisi politik dan perilaku politikus Indonesia yang turut menyuburkan praktek korupsi. Contoh lainnya, tertutupnya laporan keuangan partai politik, serta etika pejabat publik ketika menjadi tersangka kasus korupsi. “Mereka masih terima gaji dan menikmati fasilitas negara,” Adnan mengungkapkan.

Kesungguhan pemerintah Indonesia mencurahkan perhatiannya pada lembaga antikorupsi juga dinilai kurang. Jumlah penyidik KPK, menurut Adnan, kalah banyak dibanding penyidik perkara korupsi di Hong Kong, yang mencapai 900 orang. Sedangkan jumlah penyidik KPK cuma 77 orang.

Peneliti Transparency International Indonesia, Reza Syawawi, menambahkan perlunya kerja sama antarnegara dalam memberantas korupsi. Indonesia harus aktif memberi informasi ke negara lain ihwal harta yang dibawa kabur koruptor, misalnya. “Kalau Indonesia tidak pernah membantu negara lain, bagaimana negara itu mau membantu,” kata Reza.

Kendala kerja sama yang terjadi selama ini, menurut Reza, Indonesia masih menerapkan hukuman mati untuk kasus korupsi tertentu. Seperti diatur dalam Pasal 2 ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Hal ini tidak sejalan dengan tujuan pemidanaan, yaitu menimbulkan efek jera bagi para pelakunya.”

I WAYAN AGUS PURNOMO | ELIK S

..........TERKAIT..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...