Sabtu, 12 November 2011

Cersil Samurai: Jembatan Musim Gugur

Lady Shizuka tidak berubah sedikit pun selama bertahun-tahun sejak Lord Kiyori mengenalnya. Kulitnya sehalus porselen paling berkualitas dari Dinasti Ming, dengan kepucatan sempurna seorang wanita istana dari kamar dalam. Tak terkerutkan oleh berlalunya waktu, tak terusakkan oleh paparan sinar matahari dan penderitaan, tanpa tanda-tanda yang mengungkapkan perbuatan, pemikiran, atau perasaan tak patut. Mata Shizuka, ketika tidak sedang mengamati Kiyori—dengan malu-malu atau dengan sengaja atau dengan memperdayakan, tergantung keadaan—menerawang jauh, dengan ekspresi seolah-olah sedang menantikan kejutan menyenangkan yang akan segera terjadi, sebuah ekspresi yang diperkuat oleh alisnya yang tinggi dan sangat rapi, bagaikan semut beriring. Rambutnya tidak ditata bergaya modem dengan segala kerumitan lipatan, gelungan, sasakan, dan aksesorinya, tetapi hanya dibelah dua dan diikat longgar dengan pita biru menjadi ekor kuda di bahunya, dan dari sana rambutnya tergerai di punggung hingga ke lantai., hitam bersinar dan anggun. Gaunnya, dari sutra tipis mengkilap dengan tekstur kontras, juga bermodel klasik, longgar di tubuh dan berlapis-lapis dengan nuansa biru, lengkap dari cerahnya biru danau di gunung tinggi hingga biru gelap langit malam. Lady Shizuka adalah gambaran tepat seorang putri dari zaman Heian. Sebuah zaman, dia mengingatkan diri sendiri, yang sudah lewat berabad-abad lalu. Salah satu zaman keemasan kuno di Jepang pada sekitar abad ke-8 hingga abad ke-11 Masehi, saat perdamaian dan keamanan sangat dijamin oleh penguasa saat itu, Dinasti Heian.


Di luar ruang ini, kekuatan perkasa militer bangsa-bangsa asing mengepung Jepang. Kapal-kapal perang raksasa bertenaga uap milik Amerika, Inggris, Prancis, dan Rusia sekarang dengan bebas memasuki pelabuhan-pelabuhan Jepang. Di atas kapal-kapal itu, ada meriam yang dapat melontarkan peluru sebesar pria dewasa jauh melewati pantai, bahkan melampaui pegunungan dan hutan-hutan di pedalaman, dan menghancurkan pasukan yang bersembunyi sebelum mereka cukup dekat untuk mengetahui siapa yang membunuh mereka. Lautan yang memisahkan kepulauan Jepang dari bagian lain dunia tidak lagi menjadi pertahanan. Angkatan laut pihak luar memiliki ratusan kapal pembawa meriam yang menyemburkan asap seperti itu, dan kapal-kapal itu tidak hanya mampu membombardir dari lnuh. Dari daratan yang jauh, mereka dapat membawa puluhan ribu pasukan yang dipersenjatai dengan lebih banyak meriam, dan juga senapan, dan mendaratkan mereka di pantai Jepang dalam beberapa bulan saja. Namun, di ruangan ini, di menara tertinggi Kastel Awan Burung Gereja, Jepang kuno tetap hidup. Ia bisa berpura-pura, setidaknya untuk sesaat, inilah dunia seutuhnya.

Shizuka melihat Kiyori sedang memandanginya. Shizuka tersenyum. Ekspresinya polos sekaligus penuh rahasia. Bagaimana dia bisa melakukannya? Geisha paling cerdas sekalipun belum tentu mampu memadukan keduanya dalam satu ekspresi. Malu-malu, Shizuka merendahkan pandangannya dan menutupi senyum kekanak-kanakannya dengan lengan kimononya yang lebar, sebuah kimono antik dari zaman Heian.

Silakan unduh bukunya di sini untuk membaca cerita selengkapnya. Selamat menikmati dan teruslah berbagi.

..........TERKAIT..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...