Rabu, 09 November 2011

MOTIVASI BERIBADAH

Ketika itu udara sangat panas dan kerongkong­an pun serasa terbakar. Dalam suasana seperti itu, Khalifah Umar r.a. meminta segelas air. Sebelum air dihidangkan, tiba-tiba beliau mendengar seseorang membaca ayat 20 dari surah Al-Ahqaf yang artinya: "Dan ingatlah pada hari ketika orang-orang kafir dihadapkan ke neraka. (Kepada mereka) dikatakan kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik (kenik­matan) dalam kehidupan duniamu dan kamu telah bersenang-senang dengannya, maka kini kamu dibalas dengan siksaan yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan kamu telah berbuat kefasikan.”

Ketika air yang diminta oleh Khalifah Umar dihidangkan, beliau menolak sambil berkata: “Terimakasih. Aku tidak jadi minum, agar kenikmatan yang disediakan untukku di akhirat nanti tidak ber­kurang karenanya.”

Terlepas dari benar atau tidaknya riwayat di atas, namun yang jelas sikap Umar r.a. maupun sikap semacam ini lainnya – yakni melakukan sesuatu demi memperoleh imbalan yang menyenangkan – dina­mai oleh filosof Ibn Sina sebagai sikap “pedagang”. Menurut sebagian pakar, selain tipe itu ada tipe lain, yakni sikap “budak” atau “buruh” yang takut ter­hadap majikannya. Seseorang yang beribadah ka­rena dorongan takut siksa neraka pada hakikatnya memperagakan sikap budak atau buruh terhadap Tuhan.

Tipe yang lain lagi, yang merupakan tipe ter­baik, adalah sebagai seorang “arif’, yaitu yang me­nyadari betapa besar anugerah dan jasa yang telah diperolehnya dan betapa bijaksana Tuhan dalam segala ketetapan dan perbuatan-Nya. Kesadaran ini mendorong sang arif untuk beribadah dan melaku­kan segala aktivitasnya sebagai “balas jasa”; bukan karena mengharap imbalan surgawi dan juga bukan karena takut neraka. Dari kesadaran akan kebijak­sanaan Tuhan, ia yakin di mana pun ia ditempatkan pasti penempatan tersebut baik. Apalagi sang arif menyadari pula bahwa dialah yang akan memper­oleh manfaat ibadah yang dilakukannya dan Tuhan tidak sedikit pun memperolehnya.
Bagaimanakah sikap keberagamaan kita? Mengapa kita melakukan shalat, puasa, sedekah dan mengabdi kepada-Nya? Di manakah tempat kita dari ketiga tipe manusia yang diketengahkan di atas? Kalau kita tidak mendapatkan tempat di sana, maka tampaknya kita perlu menambahkan tipe keempat, yakni yang melakukan ibadah secara otomatis tanpa pemikiran dan penghayatan. Beribadah tipe keempat ini adalah – bukan sebagaimana sang arif yang bersyukur, pedagang yang mengharap, dan budak yang takut – bagaikan robot yang tidak mengerti esensi dan tujuan yang dilakukannya. la bekerja sesuai dengan apa yang diprogramkan, sedangkan yang memprogramnya adalah seorang yang telah tenggelam dalam kesibukan duniawi. Tidak heran jika ketika melakukan shalat maka yang teringat adalah bisnis, kenikmatan duniawi, atau bahkan benda-benda kecil yang tidak bernilai.[]
M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, halaman 67-69

..........TERKAIT..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...