Rabu, 24 November 2010

BABIES: POLOSNYA BAYI BEDA BUDAYA

Saturday, 20 November 2010

BAGAIMANA cara para ibu di berbagai belahan dunia membesarkan anak-anaknya? Jawabnya tentu saja berbeda-beda. Namun, yang pasti, pola asuhan mereka tidak bisa dilepaskan dari lingkungan tempat mereka dibesarkan.

Lihat saja Ponijao dari Opuwo, sebuah tempat dengan kehidupan yang masih primitif di Namibia. Bayi laki-laki ini tak pernah diberi baju oleh ibunya. Pantatnya hampir selalu kotor terkena pasir gurun. Ia mengunyah apa pun yang ada di depannya, pasir, tulang, bahkan kayu. Ia bisa bermain jilat-jilatan dengan anjing yang berkeliaran di sekitar rumahnya. Ia dan ibunya melakukan semua hal yang mungkin akan membuat para penonton menjerit karena geli atau jijik.

Tapi toh Ponijao tak pernah sakit. Ia tumbuh sehat dan montok. Lain lagi dengan Hattie, bayi perempuan yang lahir di San Fransisco, Amerika Serikat. Sejak lahir, Hattie mendapatkan perawatan yang sangat maksimal dari ibunya. Ia rajin ke dokter, ditimbang berat badannya, dan mendapat mainan yang bisa merangsang otot-otot kakinya agar berfungsi maksimal. Ia juga sekolah bersama bayi dan orang tua lainnya. Mereka bernyanyi, bermain, dan belajar bersosialisasi dengan lingkungan luar. Masih ada juga bayi dari Mongolia bernama Bayarjargal.

Juga bayi perempuan yang sehat dari Tokyo, Jepang. Masing-masing dibesarkan di lingkungan dan budaya yang berbeda-beda. Namun, masing- masing juga bisa menyesuaikan diri, tumbuh sesuai masa perkembangannya, dan yang pasti tetap bertingkah lucu dan menggemaskan layaknya bayi di seluruh dunia. Babies, dengan gambar dan sinematografi yang indah, memperlihatkan semua itu dengan cara yang sangat menghibur.

Film dokumenter asal Prancis yang disutradarai oleh Thomas Balmes ini dengan cerdas memperlihatkan perkembangan masing-masing bayi lewat adegan dan gambar-gambar lucu. Lihat saja pada adegan saat bayi-bayi ini berinteraksi dengan hewan peliharaan masing-masing. Bayarjargal menarik-narik kucing yang ada di depan wajahnya. Begitu juga Hattie yang memiliki kucing serupa milik Bayarjargal. Sementara Ponijao yang diasuh dengan cara yang umumnya dianggap primitif, hanya bisa bermain-main dengan lalat yang mengitarinya.

Potret perkembangan masing-masing bayi juga bisa memberikan banyak persepsi pada penonton. Ponijao dan Bayarjargal punya pola asuh yang hampir mirip. Mereka bisa dibilang dibesarkan oleh alam. Tanpa khawatir, orang tua mereka membiarkan bayi mereka bermain dengan pasir dan rumput, bahkan ”bergabung” dan bercanda dengan hewan-hewan yang ada di sekitar mereka. Sesuatu yang dianggap banyak orang tua sebagai sesuatu yang ”tidak higienis”.

Berbeda dengan pola asuh dari orang tua yang berasal dari negara maju seperti Amerika dan Jepang. Bayi-bayi mereka umumnya dibesarkan oleh pendidikan yang sudah diatur. Peralatan bermain yang dimaksudkan untuk merangsang otak dan otot, lingkungan yang dibuat untuk membuat bayi bisa tumbuh dengan nyaman dan higienis. Gambaran inilah yang sedikit banyak bisa membuat penonton menyimpulkan banyak hal dari Babies, seperti yang diakui sendiri oleh Balmes.

”Sebagian penonton hanya akan menganggap film ini sebagai film yang lucu. Sebagian akan melihatnya sebagai upaya untuk mengubah konsep kita dalam melihat alam dan lingkungan. Yang lain menyimpulkan bahwa dunia bayi pun kini tak terhindar dari hal-hal dan barang yang berbau materialistik,” kata Balmes yang mulai berpikir untuk membuat sekuel dari kehidupan para bayi ini. Tentu saja, persepsi apa pun itu, semua sah-sah saja.Yang pasti, sebagai sebuah film yang nyaris tanpa dialog, Babies bisa berbicara banyak. Ia bisa membuat orang tertawa, berpikir, dan merayakan kehidupan dan kemanusiaan. (herita endriana)

Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/365235/

..........TERKAIT..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...