Konon, suatu ketika di pagi buta, Abu Nawas (813-862 M) - Penyair jenaka yang dekat dengan Khalifah Harun Al-Rasyid - bertemu dengan seseorang. Rupanya ia ingin bergurau, maka dipegangnyalah bagian terpenting anggota tubuh orang itu. Namun, alangkah terperanjatnya ia ketika ia mendengar suara orang tersebut menghardiknya dengan sangat keras.
Tampilkan postingan dengan label Introspeksi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Introspeksi. Tampilkan semua postingan
Minggu, 10 Agustus 2014
Selasa, 21 Juni 2011
Kamis, 16 Juni 2011
IHWAL KEPALSUAN
Fahd Djibran
Penulis buku Yang Galau Yang Meracau: Curhat (Tuan) Setan (2011)
Kisah Al dan Ibunya, Siami, di Surabaya memang menampar kesadaran kita.
Lalu kita dibuat sadar bahwa kejujuran telah roboh dari bangunan kesadaran kolektif masyarakat kita. Bagaimana mungkin secara bersama-sama orang-orang dibuat membenci dan mengkhianati nilai yang selama ini kita yakini bersama sebagai sesuatu yang penting sekaligus sakral, kejujuran? Ah, kita tahu kejujuran memang teramat penting sekaligus sakral untuk diperjuangkan, ditegakkan kembali. Maka Al dan Siami seolah menjadi momentum yang tepat untuk mengembalikan kejujuran yang entah hilang ke mana. Mungkin inilah yang menggerakkan kita untuk membuat sebuah gerakan sosial dalam rangka mengembalikan nilai luhur kejujuran.
Penulis buku Yang Galau Yang Meracau: Curhat (Tuan) Setan (2011)
Kisah Al dan Ibunya, Siami, di Surabaya memang menampar kesadaran kita.
Lalu kita dibuat sadar bahwa kejujuran telah roboh dari bangunan kesadaran kolektif masyarakat kita. Bagaimana mungkin secara bersama-sama orang-orang dibuat membenci dan mengkhianati nilai yang selama ini kita yakini bersama sebagai sesuatu yang penting sekaligus sakral, kejujuran? Ah, kita tahu kejujuran memang teramat penting sekaligus sakral untuk diperjuangkan, ditegakkan kembali. Maka Al dan Siami seolah menjadi momentum yang tepat untuk mengembalikan kejujuran yang entah hilang ke mana. Mungkin inilah yang menggerakkan kita untuk membuat sebuah gerakan sosial dalam rangka mengembalikan nilai luhur kejujuran.
Rabu, 16 Maret 2011
Mengubah Ahmadiyah dari Korban Menjadi Pelaku Kejahatan
Ditulis oleh Ade Armando
Pasca tragedi Cikeusik 6 Februari 2011 lalu, posisi Ahmadiyah semakin tersudut. Merekalah yang diserang, tapi mereka pula yang kini harus mengemban kesalahan.
Kamis, 10 Maret 2011
INDONESIA YANG GADUH
oleh Aru Wijayanto pada 04 Maret 2011 pukul 15:47
APA boleh buat, Indonesia saat ini memang menggelinding tanpa passion, tak ada gairah. Tak ada tekad untuk membuka diri kepada yang paling tak terduga. Seperti langit yang lembayung. Dari waktu ke waktu selalu saja begitu. Kita seolah lupa bagaimana ide awal menjalankan Republik ini. Mereka yang dengan berat dan luka-luka harus membangun sebuah visi baru tentang Indonesia: sebuah kepulauan yang kini tidak lagi terasa di satu atap karena seringnya kita berbenturan satu sama lain, meneruskan kekerasan dan menghalalkan kebencian.
APA boleh buat, Indonesia saat ini memang menggelinding tanpa passion, tak ada gairah. Tak ada tekad untuk membuka diri kepada yang paling tak terduga. Seperti langit yang lembayung. Dari waktu ke waktu selalu saja begitu. Kita seolah lupa bagaimana ide awal menjalankan Republik ini. Mereka yang dengan berat dan luka-luka harus membangun sebuah visi baru tentang Indonesia: sebuah kepulauan yang kini tidak lagi terasa di satu atap karena seringnya kita berbenturan satu sama lain, meneruskan kekerasan dan menghalalkan kebencian.
Senin, 21 Februari 2011
PERNAHKAH INDONESIA BESAR?
Tree Handoyo
Apakah bangsa ini memang pernah 'besar'? Jika Sriwijaya atau Majapahit ukurannya, apakah keduanya lebih besar dr Khilafah Abbasiyah, Utsmani, Romawi ataupun China?
Jumat, 21 Januari 2011
Rekayasa Perubahan ala Tuhan
Ketika Tuhan mulai bosan melihat kezaliman Namruz dan kebodohan rakyatnya, Ia memutuskan untuk menciptakan perubahan melalui seorang rasul-Nya. Dengan alasan yang tidak dijelaskan, Tuhan memilih keluarga pencipta berhala untuk menjadi rumah tempat terlahirnya seorang calon pembaharu, penggerak aksi antiberhala.
Selasa, 11 Januari 2011
TIDAK MENJADI INDONESIA
Setiap kali menjelang 17 Agustus, saya mendapati iklan peringatan kemerdekaan yang selalu sama. Anak-anak bermain layang-layang di pematang sawah, gadis-gadis dengan kemben dan sarung mencuci pakaian di sungai, serta petani dan nelayan dengan senyum semringah bekerja secara ikhlas. Lalu semuanya ditutup dengan kalimat mengenai semangat nasionalisme pada hari kemerdekaan. Saya tidak percaya semua anak di Indonesia riang gembira seperti yang saya lihat pada iklan itu. Ada banyak anak yang tidak bisa sekolah, terpaksa bekerja, menjadi korban pelecehan seksual, dan ada yang menjadi korban perdagangan anak. Kalau saja saya boleh memilih, barangkali saya akan menolak dilahirkan dan menjadi warga negara Indonesia. Tapi memang saya tidak bisa memilih untuk bisa dilahirkan di mana dan oleh siapa. Saya lahir dan besar di Banda Aceh. Saya cukup beruntung tinggal di ibu kota provinsi, yang pada masa konflik "hanya" mendengar suara ledakan bom dan kontak senjata dari belakang jendela kamar. Pada masa itu, di beberapa daerah banyak anak yang mengalami nasib lebih buruk daripada sekadar mendengar suara ledakan atau senapan.
Langganan:
Postingan (Atom)