Kamis, 16 Juni 2011

YANG GALAU YANG MERACAU

Fahd Djibran

Percayalah, kadang-kadang menjadi galau itu perlu! Seperti menemukan bak mandi yang kotor dan dipenuhi lumut, kemudian kita merasa tidak nyaman dan ingin membersihkannya—menjernihkannya. Bedanya, saat galau, yang keruh dan perlu dibersihkan adalah kolam hati dan kolam pikiran kita. Itulah yang membuat kita tidak nyaman, gelisah, khawatir, bahkan putus asa. Dalam situasi-situasi seperti itu, mungkin kita perlu saat-saat sendiri: Melihat ke dalam diri, berbicara dengan diri sendiri…

Buku ini dipersembahkan untuk teman-teman yang “galau” dan ingin berbicara pada diri sendiri—secara lebih bebas dan lebih jujur. Tak ada yang lebih kita butuhkan saat berbicara pada diri sendiri selain menjadi jujur dan apa adanya. Sebab, kegalauan lebih sering diakibatkan oleh sikap tidak jujur dan manipulatif, pada diri sendiri atau orang lain. Lepaskanlah topeng-topeng, lepaskan prasangka-prasangka buruk, lepaskan kesombongan, rasa benci, dendam, dan iri hati; Sebaliknya, sayangi segenap diri kita, penuhilah ruang kesadaran kita dengan cinta!


Buku ini merangkum sejumlah tema yang barangkali selama ini membuat kita galau: Hidup, cinta, iman, dosa, setan, dan Tuhan. Teman-tema itulah, yang dengan berbagai turunannya, diakui atau tidak, selalu menjadi sentral pemikiran dan perenungan keseharian kita. Pada tema-tema itu kita seringkali dihadapkan pada dilema, semacam situasi tarik-menarik antara dua kutub-diri yang saling bertentangan. Situasi itulah yang sering saya sebut sebagai pertem(p)u(r)an, pertemuan di satu sisi, pertempuran di sisi lain.

Lagi-lagi, seperti pernah terjadi pada A Cat in My Eyes (2008) dan Curhat Setan (2009), saya tak tahu harus menyebut buku semacam ini sebagai apa. Sejujurnya, saat menuliskannya, saya sama sekali tak memikirkan genre-nya; Entah kumpulan cerita, novel, atau apa? Saya lebih memilih berfokus pada efek pikiran dan perasaan yang akan diterima pembacanya. Seolah-olah saya ingin menghamburkan sejumlah puzzle-pikiran-dan-perasaan untuk sama-sama kita susun menjadi sebuah gambaran yang utuh. Sebab, saya percaya hidup kita juga tidak seperti kisah sinetron, novel, atau film layar lebar yang bergerak dari A ke Z. Bagi saya, hidup bagaikan puzzle yang kita temukan berserakan dan harus kita susun sendiri untuk menemukan maknanya.

Zusammenhang des Lebens, cerita adalah pengorganisasian hidup, kata Wilhelm Dilthey (1833-1911), seorang filsuf Jerman. Hidup yang tersusun dalam cerita adalah bios, yang berbeda dengan sekadar hidup biologis saja, atau zoe. Filsuf lain dari abad ke-20, Hannah Arendt (1906-1975) pernah berkata, “Karakteristik utama kehidupan khas manusia ialah selalu penuh dengan peristiwa-peristiwa acak yang pada akhirnya bisa diungkapkan sebagai cerita.”

Ya, itulah sebabnya saya menuliskan buku ini sebagai “racau”. Anggap saja begitu. Racau tak butuh aturan. Tak butuh alur atau penokohan. Tak perlu dibaca secara berurutan. Tak butuh keutuhan. Sebab racau, dengan suaranya yang sumbang dan kadang-kadang lepas dari konteks, dengan sudut pandang yang juga seringkali kabur, hanya ingin berbicara secara jujur dan apa adanya.

Oh ya, saya juga menuliskan buku ini lengkap dengan sejumlah lirik lagu yang bersesuaian dengan tema yang sedang dibicarakan. Seperti kisah hidup kita yang entah bagaimana bisa menemukan soundtrack-nya sendiri. Ketika menuliskannya, saya tak bisa lepas dari Youtube. Untuk itu, dengarkanlah lagu-lagunya saat sedang, sebelum atau setelah membaca setiap “racauan” dalam buku ini. Kalau hapal beberapa lagunya, jangan ragu untuk menyanyikannya. :)

Sebagai sebuah kesatuan yang utuh, buku ini juga memiliki dua buah soundtrack. Kedua lagu tersebut diciptakan dan dinyanyikan BFDF, sebuah grup band beraliran punk dari Bandung, beranggotakan Bassit (bass), Futih (guitar/vocal), Dzikri (guitar), dan Fahri (drum). Saya sudah berkolaborasi dengan BFDF sejak buku Curhat Setan, waktu itu BFDF membuatkan sebuah lagu khusus berjudul sama dengan buku saya, Curhat Setan (silakan download di sini). Kini, untuk project buku ini, BFDF memberikan dua lagu mereka untuk kalian: God’s Existence dan Terkapar Sendiri (klik judul lagunya untuk men-download).

Kalau didengarkan, dua lagu BFDF untuk buku ini benar-benar mengentak dengan balutan musik punk yang kuat dan cepat. Namun, seperti biasa, BFDF selalu menyampaikan pesan-pesan moral-spiritual yang kuat dan dalam di setiap lagu mereka. Ya, tak tertolak, bagi saya BFDF selalu berhasil mengentak kesadaran kita yang sering kacau-galau! (Ini bukan salah ketik. Memang kacau-galau dan bukan kacau-balau. Ha!)

Inilah alasan saya untuk selalu tertarik berkolaborasi dengan BFDF: Mereka selalu berhasil menunjukkan ekspresi spiritualitas yang "sangat anak muda"! Cobalah dengarkan lagu-lagunya dan resapi lirik-liriknya (download liriknya di sini). Cerdas sekaligus filosofis. Saya selalu jatuh cinta pada setiap rangkaian lirik yang mereka ciptakan, juga larut dalam hentakan musik yang mereka bawakan. Singkatnya, sedikit atau banyak, BFDF dan saya memiliki visi dan semangat yang sama tentang anak muda dan spiritualitas. :)

Sudahlah, selamat menggalau, selamat meracau! Yakinlah, galau pasti berlalu!


Fahd Djibran

------------------------------


Penulis: Fahd Djibran
Penerbit: Kurnia Esa Publishing
Dimensi: 20,5 x 13,3 cm
Tebal: 260 halaman
Genre: Fiksi/Sastra
ISBN: 978-602-99349-0-8
Harga: Rp. 36.000 (sebelum diskon)

Mari pre-order buku ini untuk mendapatkannya lebih cepat. Kalau nunggu di toko buku, untuk tersedia di semua kota di Indonesia, mungkin harus menunggu proses pemerataan distribusi. Yuk, pesan online aja di Kurnia Esa. Caranya, tinggal kirim e-mail pesanan kamu ke kurniaesa.order@gmail.com dan tunggu jawaban dan prosesnya. Kamu juga bakal dapat diskon 20% (harga jadi Rp. 28.800! Murah banget untuk buku kualitas bookpaper setebal 260 halaman!) + tanda tangan penulisnya. :)

Salam,
Kurnia Esa

..........TERKAIT..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...