Senin, 01 Agustus 2011

Puasa sebagai Sebuah Cara Mendekatkan Diri kepada Tuhan

Ketika Adam dan istrinya masih di surga, Allah memperingatkan kepada mereka berdua: jangan dekati pohon ini (karena jika engkau dekati) maka engkau berdua akan termasuk orang-orang yang zalim (QS 7:19). Kata "ini" pada ayat tersebut memberikan kesan kedekatan Tuhan kepada Adam dan istrinya. Akan tetapi begitu mereka berdua memakan buah "pohon terlarang", Al-Quran menceriterakan bahwa Tuhan "menyeru" keduanya dan berfirman: Bukankah Aku telah melarang kamu berdua untuk mendekati pohon itu?

Ayat berikutnya ini memberi isyarat bahwa posisi Adam dan istrinya, telah sedemikian jauh dari Allah. Sehingga Tuhan harus menyerunya, dalam arti memanggil dengan suara nyaring dan harus pula menunjuk ke pohon dengan kata "itu". Beragama tidak lain kecuali merupakan upaya mendekatkan diri kembali (taqarrub) kepada-Nya.

Manusia, betapapun sikapnya, pasti akan bertemu dengan Allah. Hanya saja jalan menuju kepada-Nya ada yang luas lagi lurus dan ada yang sempit berliku-liku. Ada jalan ke atas, ada jalan ke bawah, dan ada pula jalan yang tidak jelas sampai-sampai si pejalan tidak mengetahui ke mana harus melangkah.

Di celah-celah penjelasan Allah tentang puasa, ditegaskan-Nya bahwa apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu mengenai Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku dekat (QS 2: 186). Ini memberikan isyarat bahwa puasa - dalam arti mengendalikan nafsu - adalah cara mendekatkan diri kepada-Nya. Sebagaimana dulu ketika Adam melonggarkan kedekatan pada-Nya, Dia pun menjauh dari Adam.

Dalam buku Madarij Al-Salikin dikemukakan pengalaman ruhani seorang sufi besar (Abu Yazid Al-Busthamy) yang, konon, suatu ketika bermunajat kepada Allah SWT: "Ya Allah bagaimana caranya berjalan menuju hadirat Mu?" Ketika itu jiwanya mendengar suatu bisikan: "Ketahuilah bawa nafsu adalah gunung yang tinggi dan besar. Dialah yang merintangi perjalanan menuju Allah dan tidak ada jalan lain yang dapat ditelusuri kecuali mendaki gunung itu terlebih dahulu. Di gunung itu terdapat beberapa lereng yang curam, belukar yang lebat, banyak duri dan banyak pula perampok lalu-lalang menakut-nakuti, mengganggu dan menghambat para musafir. Di balik belukar ada pula iblis yang selalu merayu atau menakut-nakuti agar si musafir kembali saja. Bertambah tinggi gunung didaki, bertambah hebat pula rayuan dan ancaman. Sehingga bila tekad tidak dibulatkan, niscaya pasti si pejalan mundur teratur. Tetapi, jika perjalanan tetap dilanjutkan, maka sebentar lagi akan nampak cahaya benderang. Pada saat itu akan nampak bahwa ternyata sepanjang jalan ada rambu-rambu yang mem-beripetunjuk tentang tempat-tempat aman yang jauh dari ancaman dan bahaya. Ada pula tempat berteduh dan telaga-telaga air yang jernih untuk beristirahat dan melepaskan dahaga. Bila perjalanan dilanjutkan akan ditemukan 'kendaraan Al-Rahman' yang akan mengantar sang musafir bertemu dengan Allah SWT guna menerima imbalan yang telah disiapkan-Nya."

Demikianlah bisikan tadi menggambarkan jalan tersebut dan mengajarkan bahwa yang pertama dan terutama dibutuhkan untuk menelusurinya adalah tekad yang kuat tersebut, misalnya, tidak memperturutkan nafsu yang selalu mengajak pada kesesatan.[]

Lentera Hati: M. Quraish Shihab

..........TERKAIT..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...