Kamis, 20 Oktober 2011

AGAMA ITU FITRAH

Fitrah berarti asal kejadian, bawaan sejak lahir, jati diri, dan naluri manusiawi. Agama (yang bersumber dari Tuhan) yang intinya adalah Ketuhanan Yang Mahaesa, menurut Al-Quran, adalah fitrah (lihat QS 30: 30). Hanya saja, fitrah ini tidak seketat yang lain dan pemenuhannya dapat ditangguhkan sampai akhir hayat.

Materialisme juga memiliki paham yang akhir­nya menjadikannya semacam agama, tetapi ia tidak sesuai dengan fitrah.

Pangkalan tempat bertolak dan bersauh agama adalah wujud yang Mahamutlak yang berada di luar alam, namun dirasakan oleh manusia. Agama berpandangan jauh ke depan melampaui batas hidup duniawi, sedangkan materialisme membatasi diri pada kekinian dan ke-disini-an.

Agama memperhatikan manusia seutuhnya, materialisme mengabaikan ruhani manusia. Agama berusaha mewujudkan keserasian antarseluruh manu­sia, materialisme mengajarkan bahwa pertarungan antarkelas mutlak adanya. Inilah sedikit dari banyak perbedaan. Kalau demikian, agama dan materialisme bertolak belakang sehingga pertarungannya sulit di­hindari. Siapa yang akan menang? Sebelum menja­wab pertanyaan ini, kita hayati terlebih dahulu per­nyataan: “Agama adalah fitrah”.

Karena agama adalah fitrah atau sejalan dengan jati diri, maka ia pasti dianut oleh manusia – kalau bukan sejak muda, maka menjelang usia berakhir. Fir’aun yang durhaka dan merasa dirinya tuhan pun pada akhirnya bertobat dan ingin beragama, sayang ia terlambat (QS 10: 90).

Karena agama adalah fitrah, maka ia tidak boleh dan tidak perlu dipaksakan. Mengapa harus memaksa? Tuhan tidak butuh, dan akhirnya pun Dia dan agama-Nya diakui. Bukankah agama itu fitrah? Karena agama adalah fitrah, maka pasti petun­juknya tidak ada yang bertentangan dengan jati diri dan naluri manusia. Kalau pun ada maka cepat atau lambat akan ditolak oleh penganutnya sendiri, dan ketika itu terbukti bahwa ia bukan fitrah.

Islam bukan saja sesuai dengan fitrah, tetapi bahkan memberikan hak veto kepada pemeluknya untuk menangguhkan atau membatalkan pelaksana­an petunjuk apabila menyulitkan seseorang: Allah sama sekali tidak menjadikan untuk kamu dalam aga­ma sedikit pun kesulitan (QS 22: 78). Allah menghen­daki kemudahan untuk kamu dan tidak menghendaki kesulitan (QS 2:185). “Aku diutus membawa al-hanafiyah al-samha (agama yang luwes dan toleran),” de­mikian sabda Nabi saw.

Kewaspadaan terhadap materialisme harus terus kita pelihara, walaupun kita sadar dan yakin bahwa akhirnya paham ini – sebagaimana halnya semua paham yang bertentangan dengan jati diri manusia – pasti akan kalah dan dikubur oleh penganutnya sendiri.

Manusia dari hari ke hari semakin dewasa. Ka­lau sebelumnya Tuhan menilai perlu mengutus para nabi dan merinci petunjuk-Nya, maka sejak manusia menanjak tangga kedewasaan, Dia menghentikan kedatangan Rasul dan mencukupkan dengan petun­juk umum yang dibawa oleh Rasul terakhir. Dengan petunjuk umum itu, bersama akal yang semakin dewasa, manusia akan mampu menemukan kebenaran.[]

Lentera Hati: M. Quraish Shihab

..........TERKAIT..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...