Gadis ibukota main ke kampung, jelas menarik perhatian warga. Di samping dandanannya jauh berbeda dengan anak desa, tutur katanya juga lain. Dalam setiap pembicaraan pasti tak lepas dari kata: gue, elu, deh, kan. Padahal bagi warga pedesaan di Jateng – Jatim pada umumnya, deh itu ya sayur lodeh, kan itu sekeluarga dengan teko dan ceret sebagai tempat minum.
Adalah Winda, gadis Kalianyar, Tambora Jakarta Barat. Dalam rangka liburan, dia main ke rumah keluarganya di Polokarto Kabupaten Sukoharjo (Jateng). Dia termasuk gadis cantik dan mudah bergaul, sehingga hanya beberapa hari di kampung kenalannya sudah banyak. Di antaranya Danang, anak muda yang kredibilitasnya sangat diragukan. Maklum, dalam catatan warga, dia dikenal pula sebagai tukang……jambret.
Winda tak pernah tahu sisi negatif Danang. Yang dia tahu, lelaki ini juga cepat akrab dengannya. Tapi siapa nyana, kepintaran bergaul si anak kampung itu dalam rangka untuk……menggauli. Memang, diam-diam Danang naksir gadis itu, meski sesungguhnya juga sudah beristri. Itulah sifat asli lelaki (benar gak ya?), sudah punya “kendaraan” sendiri, masih pengen juga nyemplak kendaraan lain lagi.
Winda memang sering ke Polokarto, dan kesempatan itu digunakan Danang untuk me-“nembak”, maksudnya: menyatakan cinta. Tapi gadis Jakarte itu tak menanggapi aspirasi arus bawahnya. Di samping Winda masih konsentrasi pada studi, Danang kan sudah punya istri. “Emangnya gue cewek apaan, sekali menikah kok cuman jadi bini mude?” kata Winda dalam hati.
Rupanya Danang bermental Nurdin Halid juga. Meski sudah diemohi, masih ngeyel terus. Sekali “nembak” gagal, ya nembak lagi dong. Maka ketika Winda nampak datang lagi ke Polokarto, “tembakan” kedua diarahkan. Tapi rupanya Winda tak pernah berubah pikiran, dia tetap tak bisa menerima, Lagi-lagi Danang memang bermental Nurdin Halid. Pikirnya, biar sudah dua kali diemohi, ya tetap nyalon untuk ketiga kalinya! Untuk urusan “bola” di kasur, memang tak boleh mudah menyerah.
Sebagai pria tebal muka, Danang tak menampakkan kekecewaannya atas penolakan Winda. Beberapa hari lalu si gadis diajak main ke kebon karet di wilayah itu. Tanpa curiga Winda mengikuti saja. Tapi setibanya di hutan karet, lagi-lagi Danang mendeklarasikan cintanya. Sebel juga rupanya gadis itu, sehingga dia mulai bicara agak menyakitkan. “Sampai kapanpun aku takkan menikah dengan lelaki sudah beristri,” mungkin begitu ucapan Winda.
Nah, rupanya Danang mrekitik (tersinggung) akan kalimat tersebut. Sudah kepalang basah cintanya kandas, dia lalu main kasar. Winda dicekiknya, sementara kepalanya dibentur-benturkan ke tanah. Hanya dalam hitungan menit, gadis itu pun wassalam. Lagi-lagi Danang memang pembunuh berdarah dingin. Meski Winda sudah jadi mayat, eh masih juga disetubuhi untuk pelampiasan nafsunya. Tapi begitulah, enaknya tak seberapa. Hari berikutnya Danang ditangkap polisi Polsek Polokarto. Dia dikenakan pasal 339 jo 338 jo 286 KUHP dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.
Nikmat sesaat, langsung kiamat! (SM/Gunarso TS)
Sumber: poskota.co.id
..........TERKAIT..........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar