Minggu, 20 Maret 2011

Fair Game, Perempuan di Pusaran Kontroversi

Genre: Thriller
Sutradara: Doug Liman
Penulis naskah: Jez Butterworth, John Butterworth
Pemain: Naomi Watts, Sean Penn, Sonya Davison

------------------------



DEMI kepentingan dan nama baik negara, apa pun bisa dilakukan. Inilah yang terjadi pada Valerie Plame (Naomi Watts). Hidupnya berubah setelah identitasnya sebagai agen CIA terbongkar. Tak hanya kariernya yang berantakan, kehidupan perkawinan ibu dua anak balita ini juga di ujung tanduk. Valerie sengaja dikorbankan demi menutup aib pemerintah George W. Bush.

Valerie adalah seorang agen badan intelijen Amerika Serikat CIA yang tangguh dan pandai menyimpan rahasia. Dia banyak melakukan perjalanan ke berbagai negara, seperti Malaysia, Mesir, Yordania, serta sejumlah negara di wilayah Timur Tengah. Di negara-negara itu, dia menyamar dan bertemu dengan sejumlah informan. Setelah tragedi 11 September, Valerie dilibatkan dalam tim rahasia untuk menyelidiki dugaan pemerintah Bush bahwa Irak sedang mengembangkan senjata pemusnah massal. Irak menjadi target setelah Amerika menyerang Afghanistan, yang diduga sebagai tempat persembunyian Usamah bin Ladin.

Suami Valerie, diplomat Joseph Wilson (Sean Penn), kemudian ditugasi menyelidiki dugaan Irak mengimpor yellowcake alias uranium dalam jumlah besar dari Nigeria sebagai bahan pembuat bom nuklir. Hasilnya, Wilson tak menemukan secuil bukti pun. Namun Gedung Putih sepertinya tak peduli dan tetap melaksanakan niat semula mereka, membombardir Irak. Dalam pidato kenegaraannya pada 2003, Bush bilang di depan parlemen, "Pemerintah Inggris mengetahui Saddam Hussein baru-baru ini membeli uranium dalam jumlah besar dari Afrika."

Merasa Gedung Putih telah berbohong demi mendapat alasan sahih untuk menyerang Irak, Wilson tak tinggal diam. Ia lalu menulis artikel opini di koran edisi 6 Juli 2003 tentang perjalanannya ke Nigeria dengan judul "What I Didn’t Find in Africa" (Apa yang Tidak Saya Temukan di Afrika). Artikel itu jelas membuat pejabat Gedung Putih berang. Mereka membuat artikel balasan, yang ditulis kolumnis Robert Novak. Artikel itu ditulis berdasarkan sumber-sumber di pemerintah, yang menyebutkan bahwa penyidikan Wilson cuma proyek "tingkat kecil" CIA. Juga disebutkan bahwa "Wilson dikirim ke Afrika karena istrinya, Valerie Plame—seorang agen operasi CIA—yang tengah menyidik senjata pemusnah massal", meminta atasan memberi tugas kepada suaminya. Publik pun gempar. Nyawa Valerie terancam. Reputasinya hancur.

Kisah agen CIA yang terperangkap dalam pusaran permainan politik Gedung Putih itu diramu sutradara Doug Liman dalam film terbarunya, Fair Game. Film ini mencoba mengungkap misteri di balik Perang Irak. Tema ini jelas bukan sesuatu yang baru. Beberapa film, seperti Green Zone, juga mengangkat tema serupa. Hanya, film yang dirilis di Amerika Serikat pada November 2010 ini mencoba mengungkap persoalan itu dari pengalaman nyata sang pelaku, Valerie dan Wilson, dalam kurun 2002 hingga 2004.

Jez Butterworth dan John Butterworth membuat naskah film berdasarkan buku yang ditulis Valerie, Fair Game: My Life as a Spy, My Betrayal by the White House. Film ini juga dilengkapi sejumlah kesaksian sang suami, Joseph C. Wilson, yang dituturkan melalui bukunya, The Politics of Truth. Walaupun memasukkan sejumlah cuplikan gambar pidato Bush, Wakil Presiden Dick Cheney, dan beberapa pejabat Gedung Putih, film ini tak lantas jatuh menjadi sebuah film dokumenter. Tapi jangan pula berharap film ini penuh aksi baku tembak dan perkelahian seperti film Doug sebelumnya, Bourne Identity.

Doug tak melulu menyajikan ketegangan di seputar CIA dan Gedung Putih. Pada paruh kedua film ini, kita justru disuguhi pergolakan batin suami-istri ini di tengah pusaran politikus busuk Washington, yang tengah berbohong kepada rakyatnya sendiri. Juga bagaimana keutuhan keluarga yang selama ini harmonis terganggu oleh peristiwa itu. Wilson memilih melawan. Ia berkeliling ke berbagai media, berbicara di stasiun televisi mengabarkan kebenaran. Satu hal yang membuatnya bersitegang dengan sang istri, yang memilih bungkam.

Duet Sean Penn dan Naomi Watts, seperti biasa, mampu menampilkan akting terbaik mereka. Secara keseluruhan, film ini mampu menyajikan sebuah drama sekaligus thriller politik yang menghibur sekaligus informatif.

NUNUY NURHAYATI


..........TERKAIT..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...