Jumat, 11 Februari 2011

KARTA MENDUDA

Cerpen Mawardi

Masih ingatkah dirimu ketika kita bertemu di dalam Bus Ramayana? Ketika itu aku hendak pergi ke Jakarta dan dirimu sehabis liburan dari Jogja, kebetulan aku seorang diri begitupun dengan dirimu. Kita berkenalan kemudian saling tukar nomor HP. Hingga akhirnya kita saling kirim SMS. Kadang di kala rindu ini membuncah aku sertakan jiwa rinduku menemuimu di ujung kota Jakarta. Rindupun berangsur-angsur hilang setelah berbaur rinduku dan rindumu meskipun sesaat. Mengingat itu bibir ini hanya bisa mengulas senyum. Al-hamdulillah dengan keagungan Tuhan kita dipersatukan untuk membina rumah tangga. Tidak begitu lama kita berpacaran bukan? Cukup waktu satu tahun kita saling mengenal. Selama masa berpacaran serasa dunia ini milik kita berdua, yang lain ngontrak, padahal hidup di Jakarta kita ngontrak rumah. Tapi kamu bahagia kan sayang, hidup bersamaku meskipun abang hanya bisa menyediakan rumah kontrakan, yang itupun kontrakan di gang masuk?

Kini kita sudah mempunyai dua anak, mereka sudah besar-besar ya? Anton kelas dua SD. Dan Ani sudah masuk Taman kanak-kanak sekitar tiga bulan yang lalu. Sayang…, adik tetap sabar kan meskipun kita hidup pas-pasan? Kalau abang sendiri lebih suka hidup seperti ini. Tenang, tidak seperti para artis yang sering di kejar-kejar orang infotainment, tidak seperti para menteri ataupun anggota dewan yang hidupnya tidak lepas dari kritik bahkan cacian masyarakat.

Tapi abang janji akan bisa membeli rumah sendiri meskipun sederhana. Doanya terus ya dik, supaya jualan bakso abang lancar. abang bersyukur sekali bisa menyekolahkan anak-anak kita. Dik…, abang bulan depan ikut seleksi PNS, doakan abang ya? Semoga bisa terpilih. Abang gini-gini pernah kuliah juga loh, jangan di kira, Abang dulu kuliah di jurusan Pendidikan Agama Islam. Adik pokoknya nggak usah kerja, biar abang aja yang kerja mencari duit. Adik nanti kalau abang sudah punya uang akan abang beri modal untuk adik buka warung kecil-kecilan di rumah, supaya adik di rumah nggak terlalu bosan. Kan lumayan hasilnya. Atau adik mau abang belikan mesin jahit aja? Kan dulu adik katanya pernah kursus menjahit. Apa aja deh ya, yang penting abang nanti bisa dapat uang banyak dan bisa kasih modal buat adik.

“Karta…! Sukarta…!” terdengar suara ibu-ibu, lantang datang dari dalam rumah membuyarkan lamunan Sukarta yang sedang ngadem di bawah pohon belakang rumah.

“O alah, le..le.. kamu itu apa ndak keliling dagang bakso lagi? Kasihan grobaknya nganggur, sudah ibu belikan grobak supaya kamu bisa kerja… dari tadi kok malah melamun terus. Yang sudah berlalu biarlah berlalu, istrimu yang sudah meninggal jangan kamu pikirkan terus, sekarang kamu pikirkan bagaimana anak-anakmu supaya tidak putus sekolah.”

Tanpa menanggapi omongan bu Sutinah, ibunya Sukarta, dia nylonong masuk rumah dan berkemas untuk menjajakan baksonya.

Sukarta anak Jogjakarta umur 30 tahun kini sudah menduda. Ketika itu ia, istri dan kedua anaknya sedang menuju Jakarta, Naas menimpa keluarga bahagia itu. Bus yang ditumpangi terperosok ke jurang. Sukarta dan kedua anaknya selamat.

Ia sangat terpukul, sementara ia sedang berbaring di rumah sakit mendengar kabar istrinya tidak bisa di selamatkan. Ia hanya bisa menatap kosong. “Bertemu di Bus dan berpisah untuk selamanya juga di Bus. Tuhan, cobaan apa yang Engkau berikan padaku.” Tanpa terasa air matapun mengalir saat dipandangi dua bocah kecil yang masih bernyawa berbalut perban tergeletak di ranjang besi di sampingnya. “Bagaimana bisa dua bocah itu hidup tanpa kasih sayang seorang ibu?”

“Bagaimana dengan si kecil yang suka rewel ketika mau berangkat sekolah?” kesemua itu menjadi beban yang cukup berat baginya. Kalut.

Tiga bulan setelah kematian istrinya ia pulang kampung beserta kedua anaknya, meninggalkan rumah kontrakannya di Jakarta. Sekarang ia hidup bersama bapak ibunya yang sudah cukup tua.

Ibunya selalu saja mendesak Karta untuk segera menikah lagi.

“Kasihan kedua anakmu, Karta. Ibu sudah tidak bisa lagi mengurusi mereka yang nakalnya minta ampun semenjak ditinggal ibunya.”

“Iya, Bu. Karta akan segera mencari pengganti istriku, dan mudah-mudahan anak-anakku mau menerima istri baruku selayaknya ibu kandung mereka, dan begitu sebaliknya ia bisa menyayangi kedua anakku sebagaimana anak kandungnya.”

Suatu ketika ia datang ke Jakarta untuk mengambil barang-barang yang masih di titipkan di rumah mertuanya dulu. Ia masih trauma dengan kecelakaan beberapa bulan yang lalu. Teringat supir bus yang sering ugal-ugalan, ia putuskan berangkat ke Jakarta dengan kereta api.

Sesampainya di dalam gerbong kereta Ia sapukan pandangan pada kursi-kursi dalam gerbong kereta api, ditujunya kursi yang masih kosong. Menatap dari jendela kaca, melintas bayangan saat-saat ia berkenalan dengan istrinya dulu. Matapun berkaca-kaca.

“Permisi, sudah ada yang menempati kursi ini?” suara perempuan berparas cantik membuat ia kaget. “O iya, silakan-silakan, belum ada yang menempati kok, mbak.” Jawabnya sambil sedikit menggeser posisi duduknya.

“Mas mau ke mana?”

“Mau ke Jakarta. Mbak juga mau ke Jakarta?”

”Iya, mas. Ini mau pulang, habis dari rumah kakek di Sleman.”

Sepanjang perjalanan ke dua insan ini terus berinteraksi. Keduanya benar-benar saling kenal. Karta teringat lagi pertemuan dengan istrinya dulu. ia menghadapkan wajahnya keluar jendela, Nampak di luar sana hujan, senyum kecut dari bibirnya.

“Apakah perempuan yang juga janda di sampingku ini akan menjadi ibu tiri dari kedua anakku?” ia berkeinginan untuk meminta nomor HPnya namun ia urungkan niat itu.

“Tidak, aku tidak boleh meminta nomor HP-nya.”

Bayangan burukpun menggelayut di benaknya. “Bertemu di Bus berakhir di Bus, Bertemu di Kereta berakhir di kereta. Oh, Tidak..!!!”

Bersamaan laju kereta ia optimis tetap bisa mendidik kedua anaknya meski tanpa seorang wanita. Menduda selamanya menjadi sebuah prinsip meskipun menjomblo adalah sebuah nasib.

***

============================================================

Mawardi,
Kairo, Kota Para Duta; liburan musim panas; 22 Juni 2010

Biodata pengirim
Mawardi lahir di Temanggung 6 Juli 1986. Kini mahasiswa Universitas al Azhar Kairo
http://www.oase.kompas.com/ Senin, 26 Juli 2010 19:03 WIB

..........TERKAIT..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...