Dia menyampaikan keinginannya kepada Ranta, tapi sang kakak melarang. Tarinih dianggapnya masih kecil. Dia menyarankan adiknya lebih dulu bekerja di Indonesia agar punya pengalaman. Tarinih akhirnya ke rumah bibinya, Simah (50), di Bandung. Di sana, dia bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Sehari-hari, gadis belia itu menyapu, mengepel lantai, dan mencuci pakaian.
Merasa punya pengalaman, empat bulan berselang, Tarinih kembali ke kampung halamannya. Ia mengutarakan keinginannya bekerja di luar negeri dan minta restu kepada Carikim, ayahnya. Saat itu, Mei 2003, Tarinih ke Jakarta. Bersama sepupunya, Nengti, ia mendatangi perusahaan pengerah tenaga kerja di bilangan Rawamangun. Gayung bersambut, keduanya diterima dengan tangan terbuka.
Tarinih bersama Nengti ditempatkan di penampungan calon tenaga kerja Indonesia (TKI) di Jakarta. Nengti rencananya akan diberangkatkan ke Kuwait, sementara Tarinih bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi.
Di Pamanukan, Carikim kehilangan jejak langkah anaknya. "Ketika berangkat, dia tidak memberi tahu akan ke Arab Saudi. Dia hanya menyatakan berangkat ke Jakarta," tuturnya saat ditemui di teras kantor PT Kemuning Bunga Sejati, perusahaan pengerah tenaga kerja di Jakarta yang memberangkatkan Tarinih.
Saat masih di penampungan, Carikim tujuh kali mengunjungi anak bungsunya itu. Berkali-kali dia meminta anaknya kembali ke kampung halaman, tetapi Tarinih bersikeras tetap di tempat penampungan.
Setelah itu, Carikim sempat mendatangi Tarinih, tapi anaknya sudah tidak ia temukan lagi. Menurut informasi, Tarinih diberangkatkan ke Arab Saudi pada 18 Februari 2004 dengan nomor visa 1002857349.
Sejak itu, tidak ada kabar apa pun tentang Tarinih. Perempuan dengan riwayat pendidikan terakhir SD Negeri RA Kartini, Legonkulon, Subang, ini lenyap bagai ditelan bumi.
Data yang diperoleh Republika, sebagaimana tertulis di lembaran biodata TKI yang diduga dikeluarkan PT Kemuning Bunga Sejati, tanggal lahir Tarinih, 14 Februari 1978. Di ijazahnya tertulis 14 Februari 1989. "Ini jelas ada manipulasi data," ungkap Ranta.
Ranta beserta Carikim didampingi pengacara, Wahyudin, terus mencari tahu keberadaan Tarinih. Mereka menghubungi perusahaan yang memberangkatkan Tarinih ke luar negeri. Sudah sembilan kali mereka mendatangi perusahaan itu.
Mereka sempat bertemu dengan pihak perusahaan. Melalui perusahaan itu, Tarinih sempat berbicara dengan Ranta melalui telepon. Kala itu, kata Ranta, Tarinih berjanji akan kembali secepatnya.
Sejak itu tak ada lagi komunikasi. Keluarga khawatir keselamatan Tarinih di negeri seberang. "Saya sempat frustrasi," papar Ranta. Tidak jarang sosok sang adik datang dalam tidurnya. Dia berharap Tarinih bisa kembali berkumpul bersama keluarga di Pamanukan.
Pegawai Bagian Pengaduan PT Kemuning Bunga Sejati, Hanifah, saat dihubungi, mengatakan tidak bisa banyak berkomentar masalah Tarinih. Terkait perbedaan data tanggal lahir Tarinih pun dia mengaku tidak mengetahui. "Data itu dari sponsor. Kita hanya mendapatkan data dari sponsor," ungkapnya.
Kepala Satuan III Sumber Daya Manusia dan Lingkungan (Sumdaling), Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Eko Saputro, mengatakan akan menyelidiki kasus ini.
Ketua Immigrant Care, Anis Hidayah, menyatakan, kasus seperti itu sudah lama, tapi belum ada penegakan hukum yang serius. Dia mengatakan, hal seperti itu selalu terjadi karena calo TKI atau sponsor hanya mementingkan uang, bukan kualitas. Satu calon TKI, kata dia, dihargai Rp 6 juta. Pihak PJTKI mendapatkan lebih dari itu.
Anis menyatakan, setiap tahun tidak kurang dari 710 ribu TKI dikirim ke luar negeri, 45 persen di antaranya mengalami masalah data.
..........TERKAIT..........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar