Minggu, 20 Februari 2011

UNIVERSITAS CAK NUN III

oleh Ahmad Saifullah pada 25 Juni 2010 pukul 15:44

Gojeg

Gojeg. Kata yang sering saya dengar di Jogja. Sepaham saya kata itu sejajar dengan guyon di tempat saya Pekalongan. Atau dalam bahasa Indonesianya: bergurau. Cak Nun jagonya gojeg. Dia seorang humoris. Mungkin nuansa kelucuan-kelucuan itu juga yang membuat jamaah betah menemaninya, tentunya masih banyak faktor lain.


Kehadirannya pasti mengundang senyum banyak orang, bahkan tawa masal bisa terjadi atas ujaran-ujarannya. Mungkin kalau dikaitkan dengan ungkapan Cak Nun yang biasa kita dengar bahwa orang beriman itu kehadirannya harus membuat aman manusia, dan makhluk lainnya. Menurut saya humor merupakan cara untuk membuat orang lain merasa aman. Ia juga berfungsi sebagai bahan pelunak kekakuan-kekakuan dalam berkomunikasi.

Jamaah merasa jenak, kerasan, karena dalam forum itu tak ada ketegangan, tak ada formalitas, tak ada aturan tetek bengek. Itu semua karena selalu ada intermezo kelucuan-kelucuan gratis. Menurut anjuran Cak Nun, Jamaah Maiyah sebaiknya memilih hiburan yang bermakna untuk hidupnya. Untuk bisa tertawa dengan lepas, sebenarnya tak butuh biaya. Hiburan memang tak harus memakan miliaran rupiah seperti di acara-acara TV.

Dalam satu pertemuan Cak Nun bertanya serius “ada yang tahu gak? Kenapa Israel menyerang Palestina lagi?” Jamaah terdiam. Beliau mulai menceritakan asal-usul kenapa Israel menyerang Palestina dengan gencar. Dulu ketika bantuan Israel datang untuk membantu korban gempa di Jogja, umat Islam Jogja tak ada yang berani menerima, bantuan itu. Terpaksa dari Himpunan Masyarakat Shalawat menerimanya. Sebagai tanda terima, mereka meminta tanda tangan dan stempel. Setelah beberapa minggu pasca bantuan itu diterima, Israel mulai menyerang Palestina membabibuta. Pemerintahan Israel dongkol, karena bantuannya salah sasaran, yang menerima ternyata HAMAS (Himpunan Masyarakat Shalawat) musuh bebuyutannya. Cerita itu langsung mengundang tawa ratusan, mungkin ribuan jamaah Mocopat Syafaat.

Bagi Cak Nun sesuatu yang lucu tak harus sesuatu ‘yang baru di dengar’. Buktinya Mbah Surip yang menyampaikan itu-itu saja, alias mengulang apa yang telah ia sampaikan, bahkan pendengarnya sebagian telah mendengarnya, tetapi masih saja mengundang tawa.

“Humor tak butuh banyak kosakata.” Kata Cak Nun. Cukup dengan kata ‘saudara kembar’ jamaah sudah terpingkal-pingkal.

Ceritanya waktu itu Mocopat Syafaat dihadiri ‘Pendekar Syair Rusak-rusakan’ alias Pak Mustofa W Hasyim. Ketika pas pembahasan menyinggung masalah Presiden SBY, tak disangka terdengar cletukan dari Cak Mus, “saudara kembar.” Langsung hadirin terpingkal-pingkal. Bahwa menurutnya SBY adalah saudara kembar Cak Mus.

Cak Nun paling gemar menceritakan humor ala Madura. Beliau mengagumi peradaban Madura. Suatu hari Abang Becak yang berasal dari Madura menerobos lampu merah. Polisi yang kebetulan di seberang jalan memarahi dengan kata-kata “dasar goblok.” Dengan santainya driver roda tiga ini menjawab, “kalo pinter gak becak pak.” Tentunya dengan logat Madura.

Cak Nun bisa gojeg dimanapun, kapanpun, dengan siapapun. Dari Forum yang sangat formal, sampai forum-forum lesehan. Seperti dalam liputan di Tempo Online yang berjudul “Hanya Cak Nun yang Mengundang Tawa” menerangkan bahwa dalam forum seformal pertemuan di Mahkamah Konstitusipun ketegangan bisa cair, karena lontaran jok-jok dari Cak Nun. “Sebenarnya saya ini bukan ahlinya untuk membahas masalah ini, tetapi karena saya itu paling takut dengan orang Madura, maka terpaksa saya menghadiri acara ini.” Karena waktu itu yang mengundang Cak Nun, Makhfudz MD yang kelahiran Madura.

Gojeg Cak Nun yang dilakukan dimanapun, kapanpun, dengan siapapun, bukan berarti bergojeg dengan sembarangan, beliau tetap melihat momentum yang pas untuk melepas jok-joknya. Dalam beberapa kesempatan beliau juga terlihat ‘tak berkenan’ ketika lelucon itu dilakukan terus-menerus di sembarangan tempat.

Misalnya ketika Pak Novi Budianto mendapat cobaan terpeleset dan tulang kakinya patah. Cak Nun menceritakan asal-usulnya, bahwa di antara personel Kiai Kanjeng ini ada yang suka memplesetkan setiap kata yang didengarnya. Ketika memasuki Makkah untuk beribadah umrah, mereka sudah menahan untuk tidak saling pleset-memplesetkan. Tetapi mereka saling pancing untuk memplesetkan lagi. Ketika mendengar istilah Miqat, spontan Mas Novi bilang “Mi Kocok.” “Ora suwe de’e dikocok tenan” ujar Cak Nun yang tentunya mengundang gelak tawa lagi.

Dalam lingkaran Mocopat Syafaat, Cak Nun terlihat ‘ndagani’ ketika Kiai Harwanto almarhum ujaran lucunya tak habis-habis. Karena waktu itu Pak Amin Rais sedang membahas masalah yang serius tentang Indonesia yang sangat tergantung dengan kebijakan negara lain, dan perekonomian liberal. Mungkin kurang pas karena besar humor dari pada serius. Waktu itu MH berujar “Cinta Pak Amin kepada Indonesia 100%. Maka kita juga mengapresiasinya 100%.”

Mohon maaf tulisan-tulisan saya hanya berdasarkan ingatan. Maka validitasnya ‘wajib’ diragukan. Semoga tak menambah mudharat.

Pekalongan 23 Juni 2010



..........TERKAIT..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...