Kamis, 03 Februari 2011

SEJARAH KUTANG

Pada awal abad ke-19, menutup dada belum jadi kelaziman di Indonesia. Kebiasaan mengenakan kutang diperkenalkan Belanda. Masuk melalui perempuan-perempuan Belanda, yang ikut bersama dengan suami-suami mereka. Pakaian dalam ini kemudian ditiru oleh perempuan-perempuan Indonesia, dan mulai dikenakan dibalik kebaya atau gaun terusan ala noni Belanda.

Di Indonesia, bra dikenal dengan nama BH. Mungkin sampai sekarang, hanya sedikit yang tahu kepanjangan dari BH. BH adalah singkatan dari ‘Buste Hounder‘ [bahasa Belanda], yang berarti ‘pemegang susu/payudara

************

Dalam novelnya, Pangeran Diponegoro, Remy Sylado menjelaskan asal-muasal istilah kutang.

Pada saat awal abad 19 ketika dimulainya pembangunan proyek jalan Deandels dari Anyer sampai Panarukan tersebutlah seorang pembantu setia Gubernur Jenderal yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan proyek tersebut. Dialah Don Lopez comte de Paris, keturunan Spanyol yang secara penampakan berbadan kekar.

Hingga awal abad 19 di daerah Jawa masih banyak penduduk (wanita) yang bertelanjang dada. Mereka hanya memakai penutup di bagian bawah. Bahasa Jawanya ngligo, dan ini sebetulnya hal yang biasa di desa-desa dan kota. Adalah Don Lopez yang pertama kali menyuruh para pekerja paksa proyek jalan Anyer Panarukan itu untuk menutup bagian payudaranya.

Kepada budak-budak dari Semarang yang mengerjakan jalan pos di kota tersebut Don Lopez memotong kain putih dan memberi kepada salah satu budak perempuan yang tergolong cantik dan belia. Sambil memberikan potongan dia berkata “tutup bagian berharga itu”. Dalam bahasa Prancis kata berharga adalah “coutant”.

Ternyata budak perempuan itu bertanya-tanya untuk apa kain itu. Don Lopez terus menunjuk-nunjuk payudara perempuan itu dan berkata,” Coutant! Coutant”.

Budak itu tetap tak mengerti juga. Ia hanya melihat bagian payudaranya apakah ada yang salah.

Orang yang melihat adegan tersebut serta merta mengira bahwa kain putih yang ditunjuk-tunjuk ke payudara untuk dipakai sebagai penutup dan bernama coutant. Salah seorang budak yang ada di dekat perempuan itu lantas berkata “Oooo, kuwi jenenge kutang”.

Sejak itu lahirlah istilah baru yang sebenarnya salah kaprah.

TAPI BAGAIMANA SEBENARNYA SEJARAH KUTANG?


Sejarah bra dimulai sejak 2500 SM, di mana saat itu para cewek di pulau Kreta, Yunani telah menggunakan pakaian sejenis bra di luar pakaian mereka untuk mengangkat payudara mereka. Tahun 450 SM, cewek Romawi menggunakan semacam kemben untuk mengatur ukuran payudara mereka.

JEJAK pemakaian kutang/bra dimulai sejak abad ke-3 ketika para perempuan Romawi membebatkan semacam perban untuk membungkus dada mereka saat berolahraga.

Cikal-bakal bra seperti yang kita kenal sekarang diluncurkan kali pertama di Paris, Prancis, pada 1889. Desain bra modern itu dibuat oleh seorang pengusaha pakaian bernama Herminie Cardolle. Bentuknya masih menyerupai korset, pendahulu bra. Bedanya, Cardolle membagi pakaian dalam perempuan itu menjadi dua bagian, perut dan dada. Brassiere yang merupakan akar kata dari bra kali pertama digunakan oleh majalah Vogue pada 1907. Pada tahun 1912 istilah brassiere tercantum pada Oxford English Dictionary.

Meski cikal-bakalnya sudah ada, perempuan di masa itu lebih memilih mengenakan korset. Kebiasaan ini sempat hilang ketika Perang Dunia I. Pasalnya, industri militer negara-negara yang terlibat perang, membutuhkan banyak logam untuk memproduksi peralatan perang. Logam pada korset harus dialihfungsikan untuk kebutuhan yang dianggap jauh lebih mendesak itu.

Pada 1917, Bernard Baruch, Ketua Dewan Industri Perang Amerika secara khusus meminta para perempuan untuk meninggalkan kebiasaan mereka mengenakan korset. Pemakaian korset pada dasarnya membahayakan kesehatan. Meski membentuk tubuh seorang perempuan sesuai standar kecantikan di masa itu, korset membuat susah bernapas, dan pada beberapa kasus ekstrem menyebabkan terjadinya dislokasi organ. Tak sulit bagi perempuan untuk meninggalkan kebiasaan yang sungguh menyiksa tersebut. Hasilnya, sebanyak 28.000 ton logam berhasil “dialihfungsikan” untuk keperluan industri perang. Jumlah itu cukup untuk membuat dua buah kapal perang besar.

Perempuan harus menemukan alternatif untuk membungkus dada mereka. Pada saat inilah Mary Phelps Jacob, seorang sosialita Amerika, mulai memperkenalkan bra modern yang pertama pada 1910. Jacob bermaksud menghadiri sebuah pesta besar dengan mengenakan sebuah gaun malam tipis berpotongan dada rendah. Rangka korset dari tulang ikan hiu yang hendak dikenakannya mengganggu keindahan gaun yang dipersiapkan sejak jauh hari.

Bersama salah seorang pelayannya, dia membuat pakaian dalam dari dua saputangan sutra yang disatukan dengan pita merah muda. Desain ini kemudian menjadi populer di lingkaran pergaulan Jacobs dan kemudian dipatenkan pada 1914.

Tren fashion kemudian bergeser dari bentuk tubuh montok (yang dimodifikasi dengan menggunakan korset) ke bentuk tubuh kurus dengan dada rata. Gaya yang dianggap modern saat itu adalah gaya busana perempuan yang dibuat praktis tanpa menggunakan banyak bahan dan membuat perempuan lebih mudah bergerak. Pergeseran tren ini diikuti kian aktifnya perempuan di berbagai lapangan pekerjaan. Perempuan yang mengikuti fashion, yang dianggap mencerminkan pemberontakan itu, kemudian lazim disebut flapper.

Bra dengan bentuk modern ini kemudian mulai diproduksi secara massal pada 1920-an. Tapi produksi massal itu belum memperhatikan ukuran individual masing-masing perempuan.

Barulah pada 1922 perempuan bisa mengenakan kutang dengan lebih nyaman ketika Ida dan William Rosenthal merevolusi bentuk bra. Mereka menciptakan ukuran baku bra yang terdiri dari lingkar linear rusuk dan ukuran volume dada (cup size) dengan menggunakan abjad (A, B, C, D, dan seterusnya). Ukuran A sama dengan delapan ons cairan, sementara B setara dengan 13 ons, dan C sama dengan 21, dan seterusnya. Ida dan William kemudian mendirikan perusahaan bra Maidenform yang beroleh kesuksesan luar biasa dan menjadikan pasangan Rosenthal jutawan. Maidenform masih berdiri hingga sekarang.

Sketsa awal kutang.
 
Bra menjadi bagian dari busana sehari-hari perempuan hingga muncul revolusi pemikiran tentang peran perempuan. Di Amerika, revolusi ini dimulai ketika buku Feminine Mystique karya Betty Friedan terbit pada 1963. Buku itu mempertanyakan peran perempuan, yang seolah dikembalikan ke ranah domestik oleh sistem masyarakat ketika itu.

Hal ini berlanjut hingga 1970-an di mana protes atas ikon-ikon yang dianggap mengekang perempuan dipertanyakan oleh kaum feminis. Germaine Greer, salah seorang feminis intelektual, menyatakan bahwa, “Bra adalah sebuah ciptaan yang menggelikan.”

Sebagai dukungan atas pemikiran itu, banyak perempuan memutuskan untuk tak lagi mengenakan bra. Sedikit banyak hal ini cukup memukul industri bra. Ida Rosenthal, sang industrialis pakaian dalam, hanya menjawab dengan santai, “Kita bebas memilih. Sah-sah saja kalau orang berpakaian atau telanjang. Tapi setelah usia 35, tubuh perempuan tak memungkinkan untuk tidak mengenakan bra. Usia tidak berpihak kepada saya.” Belakangan kata-kata Ida itu terbukti ada benarnya.

Meski sempat mengalami hambatan, industri bra terus berkembang. Apalagi ketika Madonna mengenakan sebuah kostum bra yang meruncing di bagian dada. Kostum itu dibuatkan khusus oleh perancang Prancis Jean-Paul Gaultier untuk tur Blonde Ambition pada 1990.

Di berbagai negara bra/BH disebut dengan cara berbeda-beda. Di Prancis penahan dada itu disebut soutien-gorge (penopang tenggorokan), di Spanyol sujetar (menopang). Di Jerman bustenhalter, di Swedia bysthallare, dan di Belanda bustehouder–semuanya berarti penopang dada. Sementara dalam bahasa Esperanto (Rusia) bra disebut mamzono yang artinya sabuk dada.

*************

**Kisah Lucu Presiden Soekarno**

Suatu hari di tahun 1956, untuk pertama kalinya Presiden Sukarno berkunjung ke Amerika Serikat. Pada kunjungan pertamanya, ia merasa mendapat sambutan yang begitu hangat dari rakyat Amerika. Di antara sela-sela kunjungannya, Bung Karno menyempatkan diri untuk berjalan-jalan, menikmati kota California.

Sesaat, ia teringat pesan istrinya yang minta dibelikan kutang, alias BH, atau bra. Ia pun segera menuju gerai pakaian dalam diantar Ny. Johnston, janda raja film Amerika. Di sudut pakaian dalam wanita, Bung Karno masih kebingungan bagaimana memilih kalimat yang pas untuk tujuannya mencarikan BH titipan istrinya. Sementara, para penjaga toko sudah gelisah menunggu “titah” Bung Karno. Segera Bung Karno nyeletuk, “Bolehkah saya lihat salah-satu songkok daging yang terbuat dari satin hitam itu?”

Gadis penjaga konter BH pun mengambilkan beberapa buah. Entah berpura-pura lupa, atau ada unsur iseng, yang pasti Bung Karno menunjukkan lagak kebingungan untuk menentukan ukuran. Hingga akhirnya ia berbisik kepada Ny. Jonston, “Apakah bisa dikumpulkan ke sini semua gadis penjual, supaya saya bisa menentukan ukurannya?

Maka… berpawailah gadis-gadis di hadapan Bung Karno. Tak dijelaskan, apakah dalam berparade mereka juga diharuskan membusungkan dadanya? Tapi dengan nada sopan, Bung Karno memandangi satu per satu dada para gadis penjual di toko itu. Komentarnya, “Tidak, engkau terlalu kecil… O, engkau kebesaran….” sampai akhirnya Bung Karno menunjuk seorang wanita dan berkata, “Yaa… engkau cocok sekali. Saya akan mengambil ukuranmu, please….”

Ternyata, Bung Karno tepat memilih ukuran BH untuk istrinya.

Heheh... Pak Presiden kita yang guaaanteng ini memang bisa saja nyari akal........

Iklan kutang tempo doeloe.


..........TERKAIT..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...