Jumat, 24 Juni 2011

Mengenang Kiprah Gus Dur Selamatkan TKI Dari Hukuman Mati

Organisasi pembela buruh migran, Migran Care beberapa waktu lalu memberikan Award kepada mantan Presiden KH. Abdurrahman Wahid terkait dengan dedikasinya dalam membela hak-hak buruh migran di luar negeri. Pada zamannya, Gus Dur menggunakan kekuasaan dan posisinya sebagai Presiden Bangsa Indonesia untuk kepentingan para buruh migran.


Berikut catatan Migran Care dan apresiasinya kepada KH Abdurrahman Wahid.

Sebagai presiden, pada tahun 1999, Gus Dur melakukan diplomasi politik tingkat tinggi, yang tidak pernah dilakukan oleh presiden sebelum dan sesudahnya, untuk memberikan perlindungan bagi pahlawan devisa ini. Atas upaya diplomasi Gus Dur, Siti Zaenab, pekerja rumah tangga (PRT) migran asal Desa Martajasah, Bangkalan, Madura, terselamatkan dari tiang gantungan di Saudi Arabia. Meskipun Mahkamah Saudi Arabia pada tahun 1999 telah menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Siti Zaenab atas tuduhan pembunuhan terhadap majikan, namun atas upaya diplomasi yang dilakukan oleh Gus Dur, eksekusi atasnya ditunda. Kerajaan Saudi Arabia memutuskan menunda eksekusi mati bagi Siti Zaenab, dan menunggu permaafan dari ahli waris majikan yang kala itu masih belum aqil baligh (belum dewasa secara hukum). Hingga kini, Siti Zaenab masih di penjara dan menunggu keputusan ahli waris majikannya.

Selama kurun waktu 2004 – 2009, Migrant CARE memiliki banyak pengalaman dengan Gus Dur dalam upaya advokasi terhadap TKI dan keluarganya. Sang guru bangsa ini senantiasa konsisten di garda depan dalam melakukan pembelaan terhadap TKI yang mengalami ketidakadilan dan berbagai macam pelanggaran HAM.

Dalam rangka mengawal kasus Siti Zaenab, Migrant CARE bersama P.P. Fatayat NU bertemu dengan Gus Dur pada Februari 2007. Selama 15 menit pertemuan di kantor PBNU tersebut, Bapak Hasan (Kakak Siti Zaenab), menyampaikan: “Gus, Waktu Gus Dur jadi presiden, Siti Zaenab sudah dibantu Gus Dur sehingga ditunda eksekusi mati. Sekarang kita minta presiden Gus Dur lagi agar Siti Zaenab yang masih menunggu di penjara benar-benar bisa dibebaskan dari hukuman mati”. Menanggapi permohonan tersebut, Gus Dur mengatakan: “Saya sudah bukan presiden lagi”. Mendengar pernyataan Gus Dur, Pak Hasan dengan cepat menimpali: ”bagi kami, Gus Dur masih presiden. Di Madura Gus Dur tetap presiden”. Pertemuan itu diwarnai ger-geran tawa namun tetap memberikan harapan baru bagi keluarga Siti Zaenab karena Gus Dur akan kembali mengirimkan surat kepada Raja Saudi Arabia untuk mengupayakan pembatalan hukuman mati.

Pada pertemuan yang sama, Gus Dur juga sekaligus menerima keluarga Adi Bin Asnawi, TKI asal Desa Kediri, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, yang terancam hukuman mati di Malaysia. Ibu Zakiyah (Ibunda Adi Bin Asnawi) ketika mendapat giliran berbicara menyebut Gus Dur dengan panggilan “Bapak Presiden Gus Dur”. Mendengar panggilan seperti itu, Gus Dur dengan cepat menyatakan: “Sudah saya bilangin, saya sudah bukan presiden lagi, kok ngeyel”! Seluruh keluarga TKI tertawa.

Pada kesempatan tersebut Gus Dur mengatakan akan mengirimkan surat kepada Perdana Menteri Malaysia untuk upaya pembatalan hukuman mati. Dan meski pada bulan Juli 2008, Mahkamah Tinggi Negeri Sembilan memutuskan vonis bebas kepada Adi Bin Asnawi, namun baru pada tanggal 9 Januari 2010 Adi Bin Asnawi baru dapat dipulangkan ke Indonesia.

Pengalaman Migrant CARE, di daerah-daerah basis buruh migran, sering menjumpai foto Gus Dur sebagai presiden terpampang di rumah-rumah buruh migran Indonesia .

Diplomasi politik Gus Dur tersebut semestinya merupakan pelajaran penting dan harus diteruskan oleh presiden selanjutnya. Namun sayangnya setelah era Gus Dur sebagai presiden, diplomasi politik tingkat tinggi untuk melindungi buruh migran Indonesia itu tidak diprioritaskan. Seperti gagalnya pemerintah Indonesia dalam melakukan pembelaan terhadap Yanti Iriyanti, sehingga pada tanggal 11 Februari 2008, Yanti Iriyanti dieksekusi mati di Saudi Arabia . Setiap tahun angka kematian buruh migran Indonesia di luar negeri juga terus mengalami peningkatan secara tajam. Tahun 2009, kematian buruh migran Indonesia telah menembus angka 1018.

Merespon 81 orang buruh migran Indonesia tidak berdokumen yang dideportasi dari Malaysia dalam kondisi belum menerima gaji selama berbulan-bulan, Gus Dur juga melakukan upaya penting dengan menampung 81 orang buruh migran Indonesia tersebut di asrama pesantren Ciganjur. Tidak hanya menampung mereka, Gus Dur dengan didampingi putrinya Yenni Wahid berangkat ke Malaysia pada 5 Maret 2005 untuk bertemu Wakil Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Tun Razak. Gus Dur ingin membantu proses penyelesaian kasus buruh migran Indonesia tidak berdokumen tersebut sampai tuntas. Langkah Gus Dur melakukan pembelaan terhadap mereka merupakan langkah progresif di tengah stigmatisasi pemerintah Indonesia terhadap buruh migran Indonesia tidak berdokumen yang sangat negatif dengan menyebut mereka sebagai TKI ilegal.

Ketika perlakuan tidak manusiawi kembali dialami oleh 4 PRT migran Indonesia di Saudi Arabia, yakni Susmiyati, Siti Tarwiyah, Rumini, dan Tari yang disiksa majikannya secara keji pada bulan Agustus 2007, Gus Dur juga kembali melakukan pembelaan. Penganiayaan yang berbuntut pada kematian Siti Tarwiyah dan Susmiyati serta cacat permanen bagi Rumini dan Tari merupakan insiden pelanggaran HAM terhadap TKI sepanjang tahun 2007. Pada tanggal 24 Agustus 2008, Gus Dur menerima keempat keluarga korban, Migrant CARE, dan Rieke Dyah Pitaloka. Dalam pertemuan tersebut Gus Dur menyatakan bahwa perbuatan binatang jauh lebih baik daripada majikan penyiksa keempat TKW tersebut. Gus Dur mendukung perjuangan keluarga keempat TKW tersebut dan berharap keluarga korban tidak memaafkan pelakunya, karena jika dimaafkan, pelakunya hanya akan dikenai membayar diyat (denda) oleh Kerajaan Saudi Arabia .

Dalam pertemuan itu Gus Dur menegaskan bahwa problematika buruh migran Indonesia masih akan terus terjadi. “Wong di sini nggak ada pertumbuhan ekonomi”, ujar Gus Dur. Menurutnya, persoalan TKI harus diselesaikan oleh kepemimpinan yang jujur sehingga kejadian tragis seperti itu tidak terus berulang. “Saya lama tinggal di Saudi Arabia , pandangan orang Arab terhadap kita rendah sekali”, lanjutnya. Gus Dur juga mengajak semua komponen bangsa untuk peduli terhadap nasib TKI. “Mari bersama-sama memperjuangkan nasib TKI, memang untuk sementara belum selesai, tetapi harus terus dilakukan, ini perjuangan jangka panjang, nggak bisa selesai dengan cepat, pungkasnya di akhir pertemuan itu.

Ironis sekali, pesan Gus Dur kepada keluarga korban untuk tidak memaafkan penyiksa dan harus berjuang untuk menuntut keadilan, dijawab berbeda oleh pemerintah Indonesia . Tercatat dalam kasus Siti Tarwiyah dan kawan-kawan, pemerintah lebih memilih untuk menyelesaikannya melalui jalur perdamaian (impunitas) dengan pelaku tindak kriminal dengan kompensasi sejumlah uang. Sungguh martabat TKI, yang merupakan bagian integral dari bangsa ini sudah digadaikan, dan itu oleh bangsa kita sendiri. Selamat jalan Gus Dur, presiden pembela buruh migran!. [musashi]

..........TERKAIT..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...