Minggu, 23 Januari 2011

SESUATU YANG KUSEBUT NODA

Selembar kain di genggamanku. Warnanya putih, sulamannya indah. Nyaris sempurna, jika saja tak ada noda mengganggu di salah satu sisinya, itupun jika boleh kusebut ia noda. Sesungguhnya yang kusebut noda itu tak membuat kain di genggamanku menjadi lebih buruk. Yang kusebut noda ini harusnya bisa saja diabaikan, dianggap sebagai bagian dari kain dalam genggamanku. Tapi entahlah, seindah-indahnya sesuatu yang kusebut noda itu, tetap saja ada yang terasa menggangguku jika kubiarkan ia di sana.

Maka kuambil segenggam deterjen dan setimba air untuk merendam kain dalam genggaman, agar tak ada lagi sesuatu yang kusebut noda itu di antara indah sulamannya. Kucuci, bilas, lalu kugantung di tiang jemuran sesudahnya. Namun tahukah kau, sesuatu yang kusebut noda itu belum bergeser sesenti pun dari tempatnya.

Maka kuulangi lagi langkah-langkah tadi. Hanya saja, kali ini kugunakan deterjen yang lebih baik, setidaknya begitu kata mereka di iklan-iklan yang muncul di sela-sela acara kesukaanku di televisi. Tak juga berhasil! Maka kuulangi sekali lagi, kali ini bukan menggunakan deterjen yang lebih baik, tapi yang paling baik, tentu saja lagi-lagi itu kata-kata yang kukutip dari iklan di televisi. Namun yang terbaik pun, ternyata masih belum bisa meniadakan sesuatu yang kusebut noda, yang masih melekat kuat di sela-sela sulaman.

Aku hilang akal. Sesuatu yang kusebut noda ini tak bisa kukendalikan, bahkan saat aku mengerahkan yang terbaik untuk mengusirnya pergi.

*****

Baiklah, mungkin kalian bingung mengapa aku begitu ingin sesuatu yang kusebut noda ini pergi. Maka akan kuberitahu sebuah rahasia. Sesuatu yang kini kusebut noda ini dulunya tak kusebut demikian, dan sesungguhnya, justru aku yang sengaja melukisnya di sana. Kulukis dengan cat kain yang paling bagus kualitasnya, kugoreskan setiap garis dan lekukannya perlahan, sepenuh hati, tak ingin sedikitpun membuat kesalahan, dulu, suatu waktu.

Kini, garis dan lekuk itu tak terlihat seindah dulu saat aku mencurahkan hatiku untuk menambahkannya di atas kainku. Jangan tanya kenapa, aku hanya merasa ia tak lagi indah di mataku, sekarang ia tak lebih dari pengganggu di kainku yang sulamannya indah. Biarlah terlihat lebih sepi tanpa lukisan, tak apa, yang penting tak ada lagi yang mengganggu pandanganku. Maka aku akan terus-terusan mencoba, takkan menyerah, sampai sesuatu yang kusebut noda ini menghilang, dan kainku kembali bersih, tanpa noda.

Oh ya, mungkin ada satu lagi yang perlu kau tahu, kenapa aku terus-terusan mengganti namanya menjadi “sesuatu yang kusebut noda”. Dia sesungguhnya punya nama, hanya saja aku tak suka memanggilnya dengan nama sebenarnya. Sesuatu yang kusebut noda itu, sesungguhnya adalah sisa-sisa dia, yang menendangku keluar dari hatinya. Namanya : kenangan!

http://ceritadibah.wordpress.com/2010/08/19/yang-belum-juga-hilang/

..........TERKAIT..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...