MUNOZ, yang berprofesi sebagai sopir bus sekolah, lahir di Kolombia, 44 tahun silam. Ayahnya meninggal dalam kecelakaan ketika dia masih muda. Saat merasa kesulitan membesarkan Munoz, ibunya memutuskan untuk pergi ke AS, mencari pekerjaan di Brooklyn sebagai pengasuh. “Ibu bilang ini untuk masa depan yang lebih baik bagi kami,” katanya kepada CNN. Munoz memperoleh residensi secara legal pada 1987 dan kemudian menjadi warga negara AS bersama ibu dan adiknya.
Munoz memulai program memberikan makan kepada tunawisma sejak musim panas 2004. Pada awalnya dia mengumpulkan kelebihan makanan dari bisnis lokal dan membagikan makan siang dengan tas berwarna cokelat tiga kali seminggu kepada seorang laki-laki yang kurang mampu. Dalam beberapa bulan Munoz dan ibunya sudah mempersiapkan 20 makanan buatan rumah tiap hari. Tak disangka jumlah ini terus meningkat secara bertahap, hingga menjadi 35 orang tiap malam. Lalu melonjak lagi menjadi 60 orang.
Dalam beberapa bulan terakhir angka itu telah mencapai 140 paket makanan untuk makan malam. Kegiatan Munoz sekarang berjalan seperti layaknya mesin. Munoz bangun sekitar pukul 5.00 pagi untuk mengemudikan bus sekolah. Kemudian menyempatkan diri kembali ke rumah sewaktu jam istirahat untuk melihat kegiatan memasak. Dalam perjalanan pulang kerja sekitar 5.30 sore, dia kerap mengambil sumbangan makanan yang diberikan oleh para dermawan.
Dia juga membantu mengemas makanan sebelum menuju rumahnya di Jackson Heights. Lalu pukul 09.30 tiap malam dia membawa bantuan makanan itu dengan truk pikap putih. Munoz membawa makanan hangat, kopi, dan cokelat panas. Para tunawisma penuh semangat menerima kemasan berisi ayam dan nasi dari Munoz dan langsung melahap makanan itu di tempat. Setelah makan tandas rasa tenang dan syukur terpancar dari wajah orang-orang tidak beruntung ini. Bagi mereka inilah satu-satunya makanan hangat hari itu. Malah bagi sebagian orang itu makanan pertama sejak kemarin malam.
“Saya berterima kasih kepada Tuhan karena telah menyentuh hati orang itu,” kata Eduardo, salah satu pengunjung tetap. Salah satu tunawisma pun menegaskan bahwa Munoz selalu datang memberikan makanan tiap musim. “Dia bisa saja datang saat dingin atau saat musim panas. Tapi dia akan tetap datang,” kata seorang laki-laki tunawisma. Lelaki tunawisma ini menceritakan bahwa Munoz tak pernah libur memberikan makanan kepada mereka.
Saat mendapatkan jatah libur pada Minggu, Munoz membawakan para tunawisma daging, keju, dan sandwich. Ini adalah jadwal yang selalu dilakukan Munoz dan keluarganya tanpa henti. “Jika saya tidak pergi (memberi makanan), saya akan merasa buruk. Saya tahu mereka akan menunggu saya membawakan makanan," tuturnya. Selama lebih dari empat tahun Munoz dan keluarganya telah memberi makan kepada para tunawisma. Mobil dapurnya juga telah tersebar di berbagai tempat.
Orang-orang dari semua latar belakang dan status kini bergabung dengan kelompok miliknya. Mereka antara lain berasal dari Mesir, China, Etiopia, Asia Selatan, dan AS. “Aku akan membantu siapa saja yang perlu makan. Mereka tinggal berbaris saja,” kata Munoz. Ketika ”bank” makanannya menghadapi masalah dan harus berjuang keras karena melonjaknya permintaan, dia tidak pernah mengeluh. Bagi Munoz, pekerjaan ini penuh dengan rasa cinta.
Munoz juga menghadapi sulitnya bantuan mengalir ketika terjadi resesi ekonomi. Padahal, jumlah kaum tunawisma yang dibantunya terus bertambah. Menurut hitungan konsumsi yang dia buat sendiri, dia butuh biaya sekitar USD400–450 per minggu. Dia dan keluarganya mendanai kegiatan amal ini dari tabungan mereka dan gaji mingguan sebesar USD700. Dia pun bersikeras akan melakukan semua yang bisa dia lakukan untuk memenuhi kebutuhan para tunawisma.
“Ketika melihat orang-orang ini di jalanan, saya seperti melihat diri saya sendiri 20 tahun yang lalu, ketika pertama kali saya datang ke negara ini,” ungkapnya. Seorang dermawan dari keluarga Woodhaven memberikan rumah yang penuh dengan barang yang berhubungan dengan aktivitas sosial Munoz. Ada sebuah freezer yang sangat besar, yang bisa memuat hampir semua makanan. Tersedia pula makanan kaleng dan makanan yang diawetkan.
Ketika ditanya mengapa dia menghabiskan begitu banyak waktu untuk membantu orang-orang yang tidak dikenal itu, Munoz menjawab,“ Aku punya pekerjaan yang stabil, mempunyai ibu, keluarga, dan rumah. Semua yang aku inginkan aku punya, sedangkan orang-orang itu (para tunawisma) tidak memiliki apa pun.”
“Apa yang bisa ditambahkan kepada orang yang berbahagia, sehat, bebas utang, serta memiliki hati nurani yang bersih?” (Adam Smith [1723-1790], filsuf dan ekonom asal Skotlandia)
..........TERKAIT..........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar