Namun, Nori Andriyani -penulis buku Jakarta Uncovered: Membongkar Kemaksiatan, Membangun Kesadaran Baru- mendesak perlunya kita mengubah pola pikir masyarakat mengenai bisnis layanan seks. Hanya karena bisnis layanan seks perempuan sudah terjadi selama ribuan tahun, bukan berarti tidak ada yang bisa kita lakukan untuk mengubahnya. Jangan pesimis pula dengan berpikir bahwa yang dilakukan satu orang tidak akan mungkin menghapuskan perdagangan seks perempuan. Justru sikap menyerah, tak peduli, dan tak berdaya, hanya menunjukkan dukungan terhadap penindasan perempuan ini.
Lalu, apa yang dapat kita lakukan untuk menciptakan kesadaran baru bagi masyarakat mengenai bisnis layanan seks ini?
Nori mencatat, setidaknya ada tiga pihak yang harus "dibangunkan" untuk melakukan tindakan pertama menghapuskan perdagangan seks.
1. Pihak pertama adalah diri kita sendiri, kaum perempuan yang menjadi silent majority. Perempuan harus mampu menarik keluar diri kita dari rasa ketakberdayaan untuk dapat melakukan sesuatu dalam hal kebiasaan lelaki membeli layanan seks perempuan.
"Bongkar pikiran kita, bahwa ini bukan masalah orang lain, melainkan masalah kita bersama," tuturnya, saat talkshow bukunya di kantor The Women Research Institute, Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (2/12/2010) lalu. Kaum perempuan harus mendidik diri sendiri dengan mengubah cara berpikir yang memberi legitimasi pada lelaki untuk menggunakan jasa layanan seks perempuan.
Pemikiran yang menyatakan bahwa istri tak berhak mengetahui keberadaan suaminya saat di luar rumah, berpotensi untuk diteruskan oleh si ibu kepada anak-anak perempuannya. Pemikiran ini salah, dan Anda berhak tahu ke mana suami, kakak laki-laki, atau anak laki-laki Anda pergi.
2. Pihak kedua adalah keluarga. Anda perlu bersikap asertif untuk menyadarkan suami yang suka "jajan". Bila hambatannya adalah ketergantungan ekonomi, paling tidak Anda bisa memberikan pendidikan alternatif mendidik anak-anaknya, agar anak lelaki tidak menjadi calon konsumen, dan anak perempuan menjadi calon korban. Mendidik anak lelaki penting sebagai upaya memutus mata rantai bisnis seks ini.
Pendidikan setara gender perlu diberikan, untuk tidak membedakan antara anak perempuan dan lelaki, sehingga dapat merugikan salah satu jenis kelamin. Sosialisasi nilai perempuan yang stereotip seperti harus penurut, lemah lembut, tidak bersuara keras, melayani suami, mengurus anak dan rumah tangga, dapat merugikan perempuan dan masyarakat.
"Proaktiflah mendidik anak, saudara, atau keluarga yang lain, terhadap cara berpikir bahwa membeli seks itu bukan sesuatu yang normal," kata Nori. Anak laki-laki harus diajarkan untuk menghormati perempuan, dan menghargai seks dengan penuh tanggung jawab. Sedangkan anak perempuan harus tumbuh dengan memiliki harga diri dan percaya diri.
Kesetaraan memang harus berlaku juga dalam urusan seks, demikian menurut Nia Dinata, sutradara film dokumenter Pertaruhan (At Stake) yang mengangkat isu gender. "Anak laki-laki dan perempuan harus diberi pengertian yang sama, bahwa you are sexual being. Perempuan juga membutuhkan seks, sebaliknya pria juga harus mau melayani pasangannya. Relasi kuasanya sejajar, dan enjoyment yang diperoleh juga harus sama," papar Nia, yang turut hadir saat talkshow.
Anda juga perlu lebih cermat mengelola keuangan keluarga. Biasakan untuk membuat pembukuan sederhana untuk mengelola gaji, sekaligus mendeteksi adanya pengeluaran yang mencurigakan.
3. Pihak ketiga adalah komunitas. Solidaritas sesama perempuan perlu diperkuat. Contoh paling sederhana, jangan menghujat sesama perempuan yang terjebak dalam bisnis layanan seks. Justru, berikan masukan kritis yang berpihak pada perempuan. Bila lelaki berbagi forum di internet untuk membahas bisnis layanan seks, Anda juga bisa memanfaatkan forum di internet untuk menggalang solidaritas.
Jika faktor ekonomi adalah alasan utama mayoritas perempuan terjebak dalam bisnis layanan seks, berikan sumbangan dana dan materi semampu Anda kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bekerja untuk perempuan di kota Anda. Anda juga bisa menjadi relawan di LSM yang mendukung perempuan. Bila Anda mengenal seseorang yang terjebak dalam masalah ini, berikan bantuan langsung seperti memberi pekerjaan atau modal usaha.
Yang belum dilakukan di Indonesia, menurut pengamatan Nori, adalah membentuk kelompok pendukung (support group) bagi perempuan yang mengalami masalah yaitu pasangannya punya kebiasaan "jajan". Dengan saling memberi dukungan, perempuan dapat mengumpulkan keberanian untuk bersikap asertif terhadap pasangannya itu, dan tahu apa yang harus dilakukan.
..........TERKAIT..........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar