Tim Riset yang dipimpin Cahit Guven, Pakar Kesejahteraan dan ekonomi dari Deakin University, Australia, percaya pernikahan menjadi kuat ketika pasangan memiliki level kebahagian yang sama. Artinya, mereka menikmati kebahagian yang sama.
"Studi sebelumnya menunjukan pasutri yang menikah dengan latar belakang pendidikan, usia, negara, etnis, agama dan sosial yang sama maka mereka jauh lebih bahagia dan pernikahan mereka langgeng selamanya,' tukasnya seperti dikutip dari telegraph.
Guven menyebutkan di Australia lebih dari 53 persen perempuan begitu bahagia ketika menikah dengan laki-laki yang sederajat. Di Inggris angka itu meningkat hingga 61 persen bahkan di Jerman jauh lebih tinggi yakni 70 persen.
"Riset yang kami jalankan mencoba untuk menggali perspektif dan juga menunjukan kebahagiaan tidak secara otomatis terdistribusi ke masing-masing pasangan. Akibatnya risiko bercerai begitu besar," katanya.
Studi yang nantinya dipublikasi di Jerman dengan judul "You Can't Be Happier Than Your Wife: Happiness Gaps and Divorce" itu melibatkan 10 ribuan pasangan dari Inggris, Australia dan Jerman. Riset kemudian fokus pada pertanyaan, mengapa perbedaan rasa bahagia dari suami dan istri bisa memicu perceraian.
Peneliti mengungkap perbedaan kebahagian lebih banyak muncul ketika sebagian dari sitri lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, jika mereka memiliki latar sosial berbeda dan adanya perbedaan pendapatan. Namun, perbedaan itu segera mengerucut ketika pasutri memiliki kesamaan latar sosial, agama, berbagi tugas, pelajar dan pensiun.
Secara krusial, peneliti menemukan suami yang lebih bahagia ketimbang istrinya merupakan risiko terbesar yang mengarah pada perceraian. Pada kasus itu, perempuan yang merasa tidak bahagia segera mengawali proses perceraian. Peneliti menggarisbawahi suami yang bisa menjaga istri dengan baik merupakan resep jitu pernikahan yang langgeng.
..........TERKAIT..........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar