Senin, 03 Januari 2011

HAKIKAT ROTI

Alkisah, para filsuf, ahli ilmu mantiq, dan ahli hukum berkumpul di istana. Mereka bergabung untuk bersoaljawab dengan Nasruddin. Perkara Nasruddin telah dianggap sebagai sebuah isu yang amat serius. Persoalannya adalah Nasruddin seringkali datang ke berbagai tempat dengan meneriakkan satu khutbah yang sama. Dalam khutbahnya itu, ia menyebut orang-orang berilmu, seperti para filsuf, sebagai mereka yang bodoh, kebingungan, dan tak boleh membuat keputusan. Tentu saja, ceramah Nasruddin ini dianggap subversif dan mengganggu ketertiban negara.

Singkat cerita, mereka yang merasa tersinggung meminta Raja untuk mengadili Nasruddin. Digelarlah sebuah pengadilan dengan Nasruddin sebagai defenden tunggal. "Hai Nasruddin," ucap Raja, "kau mendapat giliran untuk bicara terlebih dahulu."

Nasruddin lalu meminta agar dibawakan beberapa lembar kertas dan pena. Setelah itu ia berkata, "Tolong bagikan kepada para pakar yang ada di ruangan ini, masing-masing secarik kertas dan sebilah pena."

Setelah setiap orang pakar mendapatkan kertas dan pena, Nasruddin berkata lagi, "Aku mohon kepada setiap ahli untuk menuliskan di atas kertas itu jawaban untuk pertanyaan ini; Apa yang disebut dengan roti?"

Setiap cerdik pandai yang ada di tempat itu lalu menuliskan apa yang mereka ketahui tentang roti. Jawaban para pakar itu lalu dikumpulkan dan diserahkan kepada Raja. Raja pun membacanya satu demi satu.

Orang bijak pertama menulis, "Roti adalah sebuah makanan." Si bijak kedua menjawab, "Roti adalah tepung bercampur dengan air." Si bijak ketiga menulis, "Roti adalah kurnia Tuhan." Si bijak selanjutnya menjawab, "Roti adalah terigu yang telah dimasak." Orang berikutnya menulis, "Roti merupakan makanan bergizi." Dan demikian seterusnya.

Setiap orang yang terkenal pandai itu, menulis jawaban yang berbeda-beda, masing-masing bergantung pada pemaknaan mereka akan sebuah roti. Salah seorang dari mereka bahkan menulis, "Tak ada seorang pun yang tahu sebenarnya apa yang dimaksud dengan roti."

Setelah mendengar semua jawaban itu, Nasruddin berkata kepada sang Raja, "Ketika mereka dapat menentukan apa yang disebut sebagai roti, barulah mereka boleh menentukan hal-hal selain roti. Misalnya, menentukan apakah khutbahku benar atau tidak."

Ia melanjutkan, "Dapatkah Baginda mempercayakan urusan penilaian atau keputusan kepada orang-orang seperti ini? Tidakkah amat aneh bila mereka tak sepakat akan sesuatu yang mereka makan saban hari, tapi sepakat untuk menentukan bahwa aku seorang ahli bid’ah?"

..........TERKAIT..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...